Thoughts

Rest in Peace, For Whoever You Are


Sore ini ada berita Marco Simoncelli meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan tragis di Sirkuit Sepang, Malaysia. Saya turut bersedih, terutama karena cara meninggalnya yang tragis dan usianya yang masih 24 tahun. Selamat jalan, Simoncelli.
Di timeline Twitter tentu ramai membicarakan kematian Simoncelli ini. Semua orang membahas kecelakaan tersebut dan berbagi link, termasuk saya. Namun yang paling banyak ditemukan di timeline adalah ucapan "RIP Marco Simoncelli". Di recent status BBM pun begitu. Banyak yang mengganti display picture BBM-nya dan mengucapkan hal yang sama, "RIP Marco Simoncelli".
Mereka adalah penggemar Marco Simoncelli, wajar jika mereka melakukan hal ini karena merasa kehilangan. Namun hal ini membuat saya sibuk memikirkan kematian Marco.  Sampai ada satu twit yang memukul hati saya. Twit ini di-posting oleh Mas @zenrs:

Ya Tuhan, maafkan saya karena telah melupakan sisi lain di dunia ini. Rest in peace, for whoever you are. :(

Pak Zamzam, Guru Inspirasi

Pagi ini saya dibuat terharu hingga menitikan air mata karena membaca cerita dari Artasya tentang Pak Zamzam, guru agama SD Al-Azhar Pusat. Beliau bukan guru saya, namun saya senang membaca cerita tentangnya yang diceritakan oleh Artasya di Twitter. Inilah sosok guru yang luar biasa, yang harus dicontoh para guru, terutama guru Indonesia. Sayang jika cerita indah ini hanya termakan oleh tweet-tweet baru, hingga hilang. Maka saya rangkum dan bagikan disini. Semoga kita semua terinspirasi. :)

@myARTasya:

Semalam saya mimpi guru SD saya dulu. Namanya Pak Zamzam. Beliau amat sangat luar biasa. Bangun-bangun saya merindukannya... Jadi pengen cerita tentang Pak Zamzam. Boleh ya tweeps, karena dia juga salah satu orang yang sangat menginspirasi saya...

Pak Zamzam itu resmi menjadi guru di Al-Azhar Pusat waktu saya kelas 3 SD. Tepatnya di kelas 3A dan wali kelas saya Ibu Atiah. Pak Zamzam masuk sebagai guru agama. Dahinya ada tanda berwarna keunguan. Katanya guru-guru dulu sih karena sering sholat dan bersujud. Kulitnya sawo matang, tinggi sekitar 168 cm, tidak gemuk, selalu berpeci, dan senyum teramah di dunia adalah ciri khas Pak Zamzam. Setiap pagi Pak Zamzam selalu berdiri di depan gerbang untuk menyapa murid, baik yang dia ajar maupun yang tidak. Pak Zamzam stay di depan gerbang dari pukul 6 dan baru akan masuk setelah bel berbunyi pukul 7. Anak-anak biasanya akan berebut salaman dengan beliau.

Suatu hari di Al-Azhar Pusat diadakan lomba bercerita tentang para nabi. Ga tau kenapa pengen aja gitu ikutan. Waktu itu saya kelas 5, 5D tepatnya :D Setelah milih-milih nabi mana yang mau jadi bahan cerita, pilihan saya yang pertama adalah Nabi Ibrahim.

Waktu itu lombanya pas pulang sekolah. Peserta yang mendaftar sekitar 15 orang, dibagi menjadi 3 hari berturut-turut. Lomba diadakan di aula sekolah pada saat jam pulang. Saya dapet giliran itu pas yang hari kedua dan peserta terakhir di hari itu pulaakk! Siape juga yang nonton? Udah pada pulang kaliii (-______- ) Pas peserta sebelumnya mulai, dari belakang panggung saya liat penonton mulai pada pulang. Udah feeling sih, ini mah pas giliran gue, aula kosong. Bener lho, saya naik panggung itu yang nonton cuma: ......... rumput yang bergoyang, juri, dan peserta sebelum saya. NAH! Salah 1 jurinya itu Pak Zamzam!

Pas ending, mungkin intonasi suara saya seakan bersambung. Jadi juri masih pada bengong. Saya juga X) Hari itu rasanya kaki tak bertulang, keringat saya bisa jadi sumur. Dalam hati pengen tereak, "udah selesai kalii!" Tapi juri masih diem nungguin saya lanjut. Kayanya suasana diem-dieman itu berlangsung 40 detik. Lama lho di situasi itu. Sampe salah satu juri, namanya Pak Satiri, nanya, "kamu lupa ceritanya?" Mau pengsan rasanya. Akhirnya saya jawab, "enggak, Pak. Udah selesai kan." Lalu Pak Zamzam berdiri dan tepuk tangan. Dia satu-satunya juri yang tepuk tangan. Pas liat asemnya ekspresi 2 juri lain, saya OPTIMIS: ga masuk final (-_____-) Tapi seenggaknya Pak Zamzam ga bikin saya drop-drop amatlah.

5 hari kemudian, Hari Senin, bertepatan dengan upacara bendera, diumumkan 3 besar dan SAYA MASUK LHO!! Wohooo! Bangga, norak, dan HERAN. Tapi masalahnya belum selesai. Ketiga finalis ini akan diadu lagi Hari Jum'at, saat khutbah sholat Jum'at di depan seluruh murid (baik laki-laki dan perempuan). Murid-murid dari kelas 4-6 bakalan denger kita bercerita. Makin banjirlah keringat saya waktu ngebayangin. Saya lirik Pak Zamzam, dia tersenyum. Akhirnya pulang saya langsung obrak-abrik rak buku, buat nyari cerita nabi siapa yang akan saya baca buat Hari Jum'at nanti. Semua satu-satu saya baca. Pilihan saya jatuh pada cerita Nabi MUSA :D Saya hafalin detail-detail cerita sampe taun-taunnya. DAN  ga hafal-hafal (-____-) Saya stress... Akhirnya saya datengin Pak Zamzam dan bilang, "Pak, saya mau mundur aja daripada malu-maluin nanti Hari Jum'at."

"Memang masalahmu apa?" tanyanya sambil tersenyum.

"Aku ga bisa apal-apal, Pak," sambil sodorin kertas catetan.

"Nak, cerita itu bukan untuk dihafal, tapi untuk dinikmati. Kamu senang membaca?"

"Sangat."

"Kalau kamu sudah dapat menikmati sebuah cerita, otomatis kamu akan mengingatnya dengan indah. Keindahan itulah yang nantinya akan kamu bagikan..."

Dulu beliau ngomong gitu, di kepala saya: OK, saya akan lebih santai membaca dan menikmati. Tapi kalo saya inget sekarang: GILA, KATA-KATANYA KEREN BGT! Akhirnya makin lama saya jatuh cinta sama cerita Nabi Musa.

Hari Jum'at tiba. JENG-JENG. Ngeliatin jam ke jam 10:45 tuh rasanya lamaaa banget. Setiap jarum jam nambah rasanya perut mules seada-adanya. Begitu 10 : 45 semua keluar kelas. Istirahat 15 menit, baru wudhu. 15 menit istirahat saya ke tempat Pak Zamzam. Kata-kata pertama saya pas liat muka beliau di ruang guru, "Pak, aku deg-degan dan aku ingin pipis terus." Pak Zamzam tersenyum dan bilang, "kamu punya waktu 15 menit buat ke kamar kecil dan deg-degan sepuasnya. Setelah itu lakukan sebaliknya." Nurut lah sayaaa. Saya deg-degan 15 menit boookkk! Ke kamar mandi mulu sampe akhirnya bel tanda wudhu dimulai. Abis wudhu, saya duduk di shaft murid perempuan seperti biasa. Nunggu dipanggil sama MC. Tegang gilaaaa... Pas dipanggil sebagai finalis terakhir, jantung kaya ketinggalan. Dan justru malah bagus, deg-degannya jadi ga berasa lagi. Saya sangat menikmatinya. Bercerita atau mendongeng sebuah cerita adalah berbagi, dan saya rasa belum ada yg lebih Indah dari itu. :)

Akhirnya Hari Senin, sekalian upacara bendera, pengumuman deh. Dan dan dan dan dan..... *gagap* Saya juara 1 lhooooooo!!!!!! Wohoooo! *joget* Waktu itu rasanya ga percaya, mau nangis dsb dsb. Dan yang kasih pialanya Pak Zamzam :') Saya megang piala kaya mau nangisss.

Saat istirahat, saya ke kantor guru nemuin Pak Zamzam. Saya kasih beliau gambar dan juga puisi judulnya "Guruku" Isinya saya lupa, ada di beliau. Dan jawaban Pak Zamzam adalah...

"kamu buat ini pas jam pelajaran apa Artasya?" KWAK KWAANGG. Ketauan saya ga nyimak di kelas, malah asik gambar @_@ Tapi abis itu dia tersenyum dan bilang,

terima kasih Artasya. Saya senang sekali. Semoga nanti, kau akan punya ceritamu sendiri.

Jadi saya yakin, saya begini juga adalah bagian dari doa beliau.

Saat saya ingin memberikan buku pertama saya, beliau sudah tidak ada. Waktu kuliah, saya dengar berita Pak Zamzam dipanggil Yang Maha Esa. Justru saat saya tau, kata teman saya beliau meninggal udah lama. :(

Senyum seorang Pak Zamzam mungkin sudah tidak ada, tapi dia telah mengukir jutaan senyum. Di hati banyak orang.

PS: Terima kasih Artasya, karena telah berbagi cerita indahmu dan mengijinkan saya menulisnya disini. Pak Zamzam pasti sedang tersenyum disana. :)

Fakta Sepedaan

Terima kasih atas ngetrendnya dunia persepedaan di Indonesia khususnya Jogjakarta. Saya yang tadinya lupa dengan adanya transportasi bernama sepeda sekarang justru otaknya tentang sepeda melulu dan kakinya gatel pengen nggenjot melulu.

<br>

Pertama kali saya nggenjot sepeda setelah bertahun-tahun tidak pernah nggejot adalah ketika mobil saya mogok padahal harus kuliah jam 7 pagi. Dari sinilah saya menemukan beberapa fakta tentang bersepeda. Saya jadi bangun tidur lebih awal, asyik menyiapkan pakaian yang cocok untuk bersepeda, lalu nggejot ke kampus. Sampai kampus justru kecepetan.  Tidak biasanya saya kecepetan masuk kelas. Saat dosen datang dan mengajar, saya heran, saya tidak ngantuk! Wow wow! Namun sayangnya, walau sepeda membuat saya tidak ngantuk di kelas, tapi sepeda membuat pikiran saya menjadi tidak fokus ke materi kuliah karena terus-menerus memikirkan nggenjot sepeda lagi. Sampai akhirnya kuliah selesai, saya kegirangan, lalu nggejot pulang. Sampai rumah ngos-ngosan sehingga terpaksa tidur. Perlu dicatat, saya juga jadi lupa makan! Bangun tidur kaki gatel lagi pengen nggenjot lagi. Lalu malamnya saya dan pacar nggenjot dari Jalan Kaliurang sampai Malioboro dan pulang hingga pukul 1 malam lalu tertidur pulas. Bisa ditebak besok paginya kaki saya gatel pengen apa? Hehehe.

<br>

Itulah faktanya, sepedaan itu nagih. Bagi yang tidak punya sepeda, jangan pernah mencoba nggenjot, karena jika sudah ketagihan padahal tidak punya sepeda itu akan sangat menyakitkan jiwa dan raga.

Gerakan Agar Sinetron Indonesia Harus Mendidik

putriyangditukar

Apakah sinetron harus mendidik? Saya tak pernah merasa terdidik saat menonton Opera Van Java atau Ceriwis. Yang saya rasakan hanya terhibur, bisa tertawa, dan meniru cara mereka melucu. Atau tidak sekedar meniru, tapi improve joke-nya.

Oh mungkin inilah yang disebut mendidik. Apa yang kita saksikan dapat menjadi potensi yang positif di kemudian hari. Menonton Sule yang sangat lihai bermain kata lucu di Opera Van Java, membuat kita kreatif karena kita diberi pertunjukkan yang kreatif. Otak kita harus berfikir saat menerima maksud guyonannya lalu di kehidupan kita bisa menirunya untuk menghibur orang lain. Para pelawak lainnya pun merasa harus lebih lucu dari Sule dan mereka berusaha berlatih melucu agar mengalahkannya. Secara tidak langsung Sule telah mendidik kita. Mendidik para penonton maupun saingannya. Begitulah entertainment, memberi contoh yang baik yang bisa kita tiru untuk di kehidupan masyarakat dan bisa menjadi pemicu kualitas entertainer lainnya.

Film Amerikalah yang selama ini paling banyak menghibur sekaligus mendidik saya. Menunjukkan saya betapa sulitnya membuat film, betapa sulitnya membuat cerita, betapa sulitnya berakting, betapa banyaknya sejarah dunia, hingga betapa manusia memiliki banyak karakter yang akan kita temui seumur hidup. Film Amerika secara tidak langsung mendidik para penonton dan para pembuat film lainnya.

Lalu bagaimana dengan sinetron Indonesia? Seperti yang diceritakan kakak saya, Mas Herman, dalam sinetron Putri Yang Ditukar, adegan-adegannya sungguh tidak masuk akal dan tidak mendidik. Adegan menyelamatkan diri dari api terlalu mengada-ada. Apakah bisa ditiru di kehidupan nyata? Tidak hanya itu, apakah produksi sinetron ini telah memanfaatkan kreatifitas anak bangsa? Tidak. Apakah ada perkembangan yang signifikan dalam memperbaiki kualitas sinetron? Tidak. Tayangan sinetron Indonesia tidak berkembang. Karena sudah dianggap memuaskan konsumen Indonesia, lalu stagnan disitu saja. Tidak diperbarui, tidak menambah kualitas, tidak membuat para produsen sinetron berkompetisi untuk membuat yang berkualitas dan menakjubkan. Otak penonton dan pembuat sinetron menjadi seperti sinetronnya, stagnan tak berkualitas.

Maka ya, sinetron kita tidak mendidik penonton maupun pembuatnya. Tidak memberi contoh yang bermutu dalam kehidupan masyarakat dan tidak memberi efek kompetisi yang berkualitas di kalangan pembuat sinetron.

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Ada protes yang dilakukan oleh seseorang yang misterius. Protes ini menarik dan kritis. Kita diajak untuk mengumpulkan koin untuk menyumbang para pemain sinetron Indonesia agar tidak membintangi acara tidak bermutu dan berkualitas seperti Putri Yang Ditukar, Cinta Fitri, dan sebagainya. Mari bergabung di Gerakan Koin untuk Artis Putri Yang Ditukar. Hingga saat ini sudah ada 1,339 member yang turut mendukung. Semoga kemuakkan kita bisa membuat mereka berfikir dua kali dalam memproduksi tayangan tidak mendidik.

Baca juga:

  1. Absurditas di Putri yang Ditukar – Nonadita
  2. Gerakan Koin untuk Sinetron Putri yang Ditukar – Herman Saksono
  3. Masih Mau Nonton Sinetron? – Leksa
  4. Belajar dari Nodame – Suprie
  5. Kualitas Buruk yang Terus Dipertahankan – Aankun
  6. Homo Sinetronosus – Pak Guru
  7. #41: Sinetron – Masova
  8. Ikutan Membahas Sinetron – Adhi Pras
  9. Sinetron Indonesia Miskin Cerita – Fudu
  10. Menalar (Polemik) Sinetron – Gentole
  11. Balada Argumentasi Sinetron yang Tertukar-tukar – Amed
  12. Putri yang Ditukar – Mamski
  13. Pilih Sinetron atau si Bolang? – Memethmeong
  14. Jangan Tukar Isu Putri Yang Ditukar - Nonadita
  15. Putri yang Ditukar – Wikipedia (coba baca deh plot awalnya, harusnya Ikhsan meninggal)
  16. Yang Putri Yang Ditukar – Choro
  17. Barang Yang Sudah Terlanjur Dibeli Tidak Dapat Ditukarkan – Joesatch
  18. Masygul – Aris

MICROSOFT BLOGGERSHIP 2011: Membantu Indonesia dengan Internet

  

 

Pernah ada seorang teman yang mencibir saat saya mengusulkan agar tulisan-tulisan politiknya dimasukkan di internet seperti Twitter atau blog. Dia tidak setuju karena lebih baik mengirimkannya ke surat kabar walau hanya ke surat kabar yang terkenal mesum itu, harus menunggu lama, atau bahkan menerima kenyataan tulisannya tak pernah dimuat. Dia lebih memilih begitu. Karena baginya, internet adalah dunia maya, banyak tipuan, tidak bertanggung jawab, dan tidak bisa membantu rakyat. “Kamu membuang-buang waktumu untuk sesuatu yang tidak bertanggung jawab dan berguna untuk rakyat, Mit.” Dia salah. Saya yakin internet justru kebalikan dari dugaannya. Bagi saya, internet adalah tempat untuk membangun nama baik dan akhirnya dapat membantu kita menciptakan suatu aksi positif. Dalam dunia internet, mereka yang tidak bertanggung jawab akan tereliminasi dengan sendirinya dan mereka yang sudah terpercaya akan mudah mendapatkan dukungan. Namun saya tidak punya bukti kuat dalam berargumen dengannya. Saat itu saya belum pernah menggunakan internet hingga selevel itu. Tapi Tuhan memang baik. Sayapun dibantu-Nya untuk membuktikan bahwa teman saya itu salah. :D 

Mimpi saya adalah membantu Indonesia, maka saya ingin membuktikan bahwa internet mampu memfasilitasinya. Di Bulan Agustus lalu, saya dan geng (Muthia, Ajeng, Adel, Depoy, dan Nadda) berniat mengunjungi Panti Asuhan Sayap Ibu Khusus Anak Cacat di Jogja. Kami ingin membelikan kebutuhan mereka dan membawakannya kesana. Dari sini munculah ide, kenapa tidak kami menggalang dana dari Twitter dan blog? Teman-teman saya setuju dan kami mulai mengumpulkan sumbangan dari Twitter kami. Sungguh mengagetkan, hanya dalam waktu 4 jam, sumbangan yang terkumpul sebesar 3 juta rupiah! Kepercayaan dari para followers tentu tidak boleh diremehkan. Lalu muncul lagi ide, kita harus bertanggung jawab dengan melaporkan seluruh proses kegiatan menyumbang panti ini di Twitter. Maka seluruh proses kegiatan kami itu saya postingkan di Twitter dengan hashtag #SumbangPanti. Mulai dari mengambil transferan sumbangan di ATM, total sumbangan, kegiatan belanja, total belanja, hingga penyerahan sumbangan ke pengurus panti, semua saya laporkan dengan foto yang di-upload di Twitter. Ternyata followers kami sangat menyukainya. Tanggung jawab yang kami berikan membuat mereka semakin mempercayai kami. Bahkan ada salah satu pengacara ternama Indonesia men-DM saya, “jika ada aksi serupa, mohon saya dihubungi,” selanjutnya beliau selalu memberi sumbangan 3-6 juta. Semangat dan dukungan dari followers ini membuat kami terdorong membuat aksi serupa ke panti asuhan lain, yaitu Panti Asuhan Gotong Royong Jogja. Hanya dalam waktu 2 hari, melalui Twitter kami dapat mengumpulkan sumbangan sebanyak 6 juta rupiah. Tentu kami tidak lupa untuk tetap melaporkan seluruh proses kegiatan sumbang panti ini di Twitter kami masing-masing. 

2 pengalaman sebelumnya membuat kami lebih mudah dalam menggalang dana untuk para korban bencana Merapi. Kali ini kegiatannya kami sebut #PeduliMerapi. Dengan dibantu teman-teman lain, celeb Twitter, dan akun Twitter khusus bencana Merapi, kami berhasil saling bertukar info bantuan untuk pengungsi. Dari penyebaran info yang begitu cepat dan luas ini, membuat kami berhasil menggalang dana yang cukup besar. Dalam waktu kurang dari 1 bulan, sumbangan untuk korban Merapi yang dipercayakan kepada kami terkumpul lebih dari 90 juta rupiah! Uang yang tidak sedikit untuk dipercayakan kepada remaja seusia kami. Tapi mereka percaya dan justru terus mendukung kami. 

Sangat luar biasa merasakan kepedulian rakyat Indonesia saat itu. Sampai-sampai saat diwawancara secara live oleh sebuah radio ibukota dan disambungkan dengan seorang pemerintah bagian bencana, saya menangis. Saya menangis karena tidak kuat menahan haru dan bangga bahwa rakyat Indonesia, dengan internetnya, dapat menyumbangkan informasi dan kebutuhan hidup korban bencana jauh lebih cepat dari pemerintah. :’) 

 

Namun ternyata kepedulian rakyat Indonesia tidak hanya sebatas untuk para korban bencana dan kemiskinan saja, tetapi juga untuk kasus-kasus sosial lainnya. Terbukti dengan besarnya kepedulian mereka mengikuti gerakan yang saya adakan tanggal 8 Desember lalu, untuk mengenang tokoh HAM Indonesia, Munir. Awalnya saya berencana mengadakan lelang kaos Munir di akun Twitter saya saja. Tetapi ternyata rencana gerakan saya ini mendapat dukungan yang sangat kuat dari berbagai tokoh Indonesia. Mulai dari wartawan, sutradara, penyanyi, hingga anggota DPR. Semua saya temui dari Twitter. Salah satunya seorang sutradara Angga Sasongko. Berkat Mas Angga, info ini sampai ke Glenn Fredly. Keduanya mendorong saya untuk membuat acara ini menjadi acara yang bisa dihadiri oleh masyarakat. Karena dorongan mereka, saya menjadi sangat bersemangat dan menyanggupinya. 

Saya membuat acara ini tanpa team. Untung internet membantu saya mendapatkan dukungan. Mulai dari penyebaran info di internet dan media massa, design kaos Mengenang Munir, bintang tamu (Glenn Frendly, Pandji Pragiwaksono, Efek Rumah Kaca, dan Positive Energy), sound system, hingga venue dan sumbangan 10% keuntungan dari Es Teler 77, saya dapatkan dengan sangat mudah dan semua gratis! Sekali lagi, semua bantuan dan dukungan saya dapatkan hanya dari internet. 

Acara malam itu sukses dengan terjualnya seluruh 45 kaos Munir melalui lelang tertinggi 5 juta dan terendah 250 ribu. Padahal tidak mengeluarkan biaya sedikitpun tetapi justru mampu mengumpulkan dana kampanye Munir lebih dari 30 juta dalam semalam! Banyak yang memuji saya karena keberhasilan ini. Seperti saat di tengah keramaian tamu acara malam itu, istri Munir, Suciwati, memeluk saya dan berkata, “kamu hebat sekali melakukan ini semua sendirian!” Sayapun menggeleng-geleng dan berkata padanya, “bukan saya yang hebat Mbak, tapi rakyat Indonesia dengan internetnya.” Mbak Suci hanya tertawa dan tambah memeluk saya. ;) 

Itulah internet, mampu mewujudkan mimpi saya untuk membantu Indonesia. Mengingat teman saya yang meremehkan kemampuan internet itu sudah tidak penting lagi. Yang lebih penting, apa lagi ya yang bisa saya lakukan untuk Indonesia? Membuat aksi melindungi TKW? Membuat rumah peduli hewan terlantar? Menciptakan perpustakaan di desa? Atau kampanye internet murah dan cepat? Banyak sekali dan semua pasti dapat diwujudkan dengan internet. Tetapi saya tidak mungkin bisa melakukannya sendirian. Ada yang ingin membantu? Sini saya gandeng. :) 

 

 

 

 

Aisenodni

Saya sedih hidup di negara ini. Negara dengan bangsa yang berbudaya terbalik-balik. Setiap hari semakin banyak list budaya Indonesia yang semakin terbalik dari yang seharusnya. Bagaimana negara ini akan dikagumi oleh rakyatnya sendiri apabila selalu menyimpang?

Kebebasan

Kebebasan semacam berargumen dengan orang tua atau gurunya, memiliki pemikiran lain mengenai agama, atau berfikir kreatif walau nakal, adalah tabu dan dilarang keras dalam budaya kita. Namun budaya kita membebaskan kita mengusik kebebasan kehidupan orang lain. Bertanya, "agamamu apa?", "Sudah sholat belum? Lho kok nggak sholat?", "Orang tua kerja dimana?", "Ih kok gitu sih! Dosa kamu!", "Kok belum menikah? Kan sudah umurnya?", "Oh orang tuanya dosen? Pantes masuk UGM!" Kebebasan yang seharusnya tabu justru menjadi budaya yang lumrah dan kental di Indonesia.

Peras Pedagang, Bantu Pengamen

Bangsa ini sangat menghormati dan membantu para pemalas dan peminta: pengamen, tukang parkir, dan pengemis (pengemis anak atau yang muda dan sehat). Namun bangsa ini sangat pelit dan melecehkan mereka yang berusaha keras mencari nafkah: menawar sadis ongkos becak dan dagangan di pasar, galak terhadap sopir, menghina pembantu, dsb. Ada apa dengan logika bangsa ini? Kenapa yang berusaha justru kita peras dan hina, namun para pemalas justru dibantu dan dikasihi?

"Kembali ke masing-masing individu saja"

Quote ini saya dapat saat berdebat politik dengan seseorang. Saya rasa quote itu tidak tepat jika ditujukan untuk topik perdebatan kita. Politik adalah masalah bersama, jadi kembali ke masing-masing individu sama saja memperparah keadaan politik. Jika semua orang berfikir politik untuk masing-masing individu, maka semua orang akan egois dan memikirkan diri sendiri. Namun sebaliknya, berdebat agama di tengah bangsa kita adalah masalah bersama bukan individu. Orang lain boleh menentukan "Dia dosa karena mencat rambut" atau "Ia dosa karena orientasinya berbeda dengan kepercayaan kami." Bukannya memberikan hak  untuk kembali ke diri masing-masing individu sendiri.

Ketiga hal di atas cukup memperkuat keresahan saya terhadap Indonesia. Namun negara ini sedang labil, sedang belajar, sedang butuh rakyatnya untuk saling membangun. Saya akan membenci diri sendiri jika hanya menyalahkan Indonesia saja. Saya ingin membantu Indonesia mulai dari detik ini. Ada yang mau ikut? Sini saya gandeng. :)

Tindakan Mbah Maridjan Kurang Bijak

Saya kurang bersimpati dengan tindakan Mbah Maridjan (BUKAN ORANGNYA). Beliau adalah panutan warga di daerah berbahaya. Namun memberi contoh tindakan yang tidak sesuai keadaan sehingga menimbulkan korban nyawa, itu bukan panutan yang semestinya.

Ini bukan 100% salah Mbah Maridjan. Namun Mbah Maridjan salah satu yang kurang bijak, selain kurangnya edukasi mengenai bencana kepada warga dan ketegasan dari pemerintah terhadap tindakan Mbah Maridjan dan warganya yang tidak mau turun ke daerah yang lebih aman.

Jika ada yang mengatakan ini amanah dan kepercayaan, lalu darimana kah itu? Saya serius bertanya, kepercayaan apa yang menyuruh manusia tetap tinggal di daerah yang positif berbahaya? Tuhanku, Allah SWT, sangat menyayangi umatnya yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah years of research, bukan hasil pikiran ketika duduk termenung. Pengetahuan mengenai gunung meledak sehingga warga harus mengungsi sesegera mungkin karena berbahaya (dapat menimbulkan luka bakar dan sesak napas bahkan meninggal) adalah sesuatu yang harus kita patuhi, bukan sepelekan.

Mbah Maridjan memang tidak mengajak warganya untuk ikut mengekori dirinya yang tetap tinggal di daerah positif berbahaya, tapi beliau adalah panutan. Tanpa harus mengajak warganya, panutan tetap menjadi panutan untuk diikuti warganya. Panutan tetap tinggal, maka pasti ada pengikutnya yang turut tinggal. Padahal ini bukan tetap tinggal di sembarang daerah, ini tetap tinggal di daerah positif berbahaya. Itu masalahnya. Lagipula, jika ada 1 orang pun yang tidak mau dievakuasi karena kepercayaannya, apakah kita akan mendiamkannya saja dari keadaan berbahaya itu? Saya menjunjung tinggi perbedaan kepercayaan. Namun jika suatu kepercayaan itu menimbulkan korban nyawa, saya tidak bisa memakluminya lagi, saya harus membantu menghentikannya, dan ingin menunjukkan hal ini tidak boleh ditiru lagi.

Membahas orang yang sudah meninggal memang tidak baik. Tapi membahas tindakan orang yang sudah meninggal untuk menjadi pelajaran bagi kita ke depannya itu perlu. Bukankah Tuhan menyukai kita yang menyukai pelajaran? :)

PS: Rest In Peace for Mbah Maridjan