Politics

Reformasi Birokrasi di Tangan Menteri Yuddy

I’m excited when I saw this cover of Tempo magazine. Akhirnya mereka membahas Menteri Yuddy Chrisnandi! Seperti biasa, majalah Tempo selalu membuat cover yang menampar. Kali ini menggambarkan Yuddy, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, jualan kursi seperti di bioskop. 

Saya excited melihat Tempo edisi ini karena dalam beberapa bulan ini saya telah banyak membahas masalah reformasi birokrasi. Masalah reformasi birokrasi adalah tugas Yuddy. Namun apakah ia benar menjalankannya? Saya rasa masih jauh dari benar. Ternyata Tempo juga memandang demikian. Dengan segala informasi yang Tempo dapatkan, ada kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan Yuddy.

Read More

Diskusi Reformasi Birokrasi, Bermanfaatkah?

Saya senang sekali Indonesia sudah sangat concern pada banyak hal, tidak hanya concern pada isu-isu populer. Pemerintah mulai melakukan perubahan pada masalah-masalah yang tidak populer namun sebenarnya sangat urgent, contohnya perbaikan birokrasi. Hanya orang-orang tertentu saja yang harus berurusan dengan birokrasi, sehingga sebenarnya keberhasilan pemerintah dalam birokrasi tidak akan membuat pemerintah populer di masyarakat luas. Namun pemerintah sudah menunjukkan niat baik dan usaha-usahanya untuk memperbaiki birokrasi. Disinilah kerja pemerintah yang harus kita acungi jempol.

Birokrasi untuk Kesejahteraan

Birokrasi terdengar sangat jauh dari masyarakat. Kata yang terlalu asing bagi masyarakat umum. Apa ngaruhnya untuk wong cilik? Padahal birokrasi yang baik tidak hanya menciptakan pelayanan publik yang lebih teratur namun bahkan dapat lebih mensejahterakan masyarakat luas. Karena pada dasarnya birokrasi yang baik akan berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk wong cilik. 

Perbaikan birokrasi di negara berkembang seperti Indonesia, secara signifikan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan perbaikan birokrasi memiliki kontribusi yang sangat penting dalam mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Tentu saja hal tersebut akan terjadi di Indonesia. 

Bagaimana bisa birokrasi yang baik berujung pada kesejahteraan?

Read More

Kebun Rakyat dan Sistem Merit

Bayangkan sebuah kebun yang ditanami banyak buah dan sayur. Bayangkan kebun itu milik seseorang yang tinggal di sebelahnya. Pasti si pemilik akan jaga sedemikian rupa agar tidak dicuri atau dirusak orang lain. Pemilik juga akan berusaha merawat kebunnya sebaik mungkin agar terus menghasilkan sayur dan buah terbaik untuk ia jual di pasar. Akhirnya keuntungnya untuk dirinya sendiri.

Tapi sekarang bayangkan kebun itu milik rakyat. Seorang yang bekerja sebagai pengurus daerah setempat ditugaskan untuk menjaga dan merawat. Idealnya ia akan membangun pagar, memperkerjakan penjaga dan tukang kebun terbaik, agar kebun terjaga dan terawat. Idealnya hasil kebun akan dijual di pasar lalu keuntungannya untuk dibagikan ke rakyat.

Tapi sebuah kebun yang dimiliki pribadi dengan yang dimiliki rakyat bersama pasti hasilnya berbeda. Jika kebun itu dimiliki pribadi, maka rasa memilikinya lebih besar. Sehingga lebih dijaga dan dirawat. Sementara kebun yang dimiliki rakyat bersama tidak demikian. Kebun yang dimiliki bersama ada kecenderungan tidak diurus karena tak ada yang merasa memiliki. Atau justru cenderung dikuasa pihak-pihak yang berkuasa sehingga keuntungan hanya dikantongi mereka.

Inilah yang terjadi dalam perekonomian kita. Kebun ini sama dengan sebuah negara. Negara memiliki berbagai macam kekayaan yang pada akhirnya untuk mensejahterakan rakyat. Namun karena milik bersama, maka cenderung tidak serius dijaga atau justru dikuasai penguasa.

Pengaruh Kondisi Pemerintahan pada Perekonomian

Penjaga dan pegawat kebun mempengaruhi penghasilan di pasar, sama seperti kinerja pemerintah akan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian negara. Tidak hanya kebijakan pemerintah yang mempengaruhi perekonomian, namun juga kondisi pemerintahannya. Menurut Sofian Effendi, ada 3 kondisi pemerintahan yang mempengaruhi perekonomian kita, antara lain korupsi, efektivitas pemerintah, dan kompetisi global.

Korupsi dan efektivitas pemerintah akan mempengaruhi kompetisi negara di 

Read More

Konsultasi Publik Mengenai Permasalahan Pegawai Publik dan Rekomendasi Penyelesaiannya

Sebelumnya saya pernah menulis sebuah blogpost mengenai mengubah Indonesia dengan lebih dahulu mengubah pegawai publiknya. Langkah awal pemerintah adalah dengan dibuatnya UU ASN tentang pegawai publik untuk mengubah sistem manajemen pegawai publik berdasarkan kompetensi dan kinerjanya. Selain itu pemerintah juga telah membuat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku pegawai publik, serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen pegawai publik pada instansi pemerintah.

Karena sebuah UU itu biasanya berisi pada hal-hal dasar dan belum mencakup masalah-masalah yang lebih detail, maka begitu juga pada UU ASN ini. Menurut Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), UU ASN paling tidak memerlukan 6 peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah ini sebagai peraturan turunan yang membahas hal-hal lebih detail dalam pelaksanaan UU ASN, seperti misalnya manajemen, penilaian kerja, penilaian disiplin, gaji, maupun fasilitas-fasilitas pegawai publik. Peraturan-peraturan tersebut sedang dirancang, disusun, dan ditargetkan selesai di awal tahun 2015 ini.

Dalam proses penyusunannya, KASN dibantu oleh Kemitraan berusaha melibatkan publik dengan menyelenggarakan beberapa acara. Kalangan dari publik yang dilibatkan antara lain dari akademisi, mitra, NGO, konsultan SDM, dan media. Selain itu dihadirkan pula pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan sebagai wakil dari pemerintah.

Acara konsultasi publik tersebut bertempat di FISIP UI dan diselenggarakan selama 2 hari yaitu tanggal 1-2 April 2015. “Acara workshop dan seminar ini merupakan bentuk koalisi bersama antara pemerintah, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, praktisi dan pakar dalam bidang administrasi publik dan SDM untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi khususnya UU ASN,” jelas Prof. Eko Prasojo, Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri acara konsultasi publik yang diadakan oleh KASN dan Kemitraan ini. Walaupun banyak pembahasan teknis yang tidak saya pahami, namun ada beberapa hal menarik yang saya dapatkan dan ingin saya bagikan disini.

Beberapa Permasalahan yang Dihadapi Pegawai Publik

Pada hari pertama, para peserta konsultasi publik berdiskusi mengenai substansi krusial dan permasalahan yang dihadapi pegawai publik. Setelah melalui diskusi panjang, para peserta mengumpulkan berbagai permasalahan tersebut. Berikut beberapa permasalahan yang saya pahami:

  • Pelaksanaan open recruitment memungkinkan jabatan akan lebih banyak diisi oleh orang luar
  • Belum adanya indikator kerja tiap pegawai publik sehingga akan sulit membuat penilaian kinerja mereka
  • Mindset yang belum berubah dalam penilaian secara objektif
  • Kompetensi social-cultural PNS masih bersifat abu-abu
  • Belum ada data pasti berapa jumlah pegawai publik (PNS) yang ideal di setiap daerah

Banyak pengalaman publik yang dikecewakan oleh kinerja para pegawai publik. Seperti lambannya pengurusan KTP, tidak adilnya sistem antre saat mengurus sesuatu, melayani publik dengan sekenanya, atau banyak pegawai publik yang kita lihat bolos saat bekerja. Selama ini kita hanya menyalahkan para pegawai publik itu sendiri. Namun setelah membaca beberapa permasalahan yang dirumuskan di atas, dapat disimpulkan buruknya kinerja pegawai publik juga dipengaruhi oleh berbagai hal.

Read More

Langkah-Langkah Mengubah Indonesia

Apakah sejak reformasi 1998 banyak perubahan untuk masyarakat Indonesia? Banyak hal menunjukkan demikian. Mulai dari diturunkannya Soeharto yang membuat kita terlepas dari pemimpin diktator, sistem demokrasi yang memberikan hak kepada tiap individu untuk memilih presidennya, banyaknya koruptor yang ditangkap dan dihukum, hingga kebebasan masyarakat dalam berpendapat politik dan mengkritisi pemerintahnya di depan publik.

Akan tetapi masyarakat seperti masih belum puas dengan segala perubahan yang ada sejak 17 tahun yang lalu. Dapat memilih presiden secara langsung misalnya. Memang perubahan ini dapat dirasakan masyarakat. Namun dampaknya tidak terasa langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. Setelah memilih presiden, masyarakat merasakan kehidupan yang sama saja dari hari sebelumnya. Atau perubahan tindakan kepada para koruptor. Memang masyarakat dapat melihat perubahan dimana koruptor sekarang ditangkap dan dihukum, tidak seperti masa Orde Baru. Namun setelah koruptor ditangkap, masyarakat juga harus menjalani kehidupan yang sama saja. Tidak ada yang berubah. Lalu perubahan apa yang dapat langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia?

Read More

Kawal Netralitas Birokrasi dari Politisasi

Kerajaan politik itu menyebalkan sekali. Tidak adil. Mengambil kursi orang-orang yang kompeten dan bersih untuk kemudian dipakai orang-orang yang bermodalkan uang, hubungan darah, kedekatan pribadi, atau latar belakang politik yang sama. Ini adalah praktek nepotisme dan politisasi birokrasi.

Nepotisme dan Politisasi Birokrasi

Politisasi birokrasi merupakan praktek lama dan sangat berbahaya. Terutama karena mematikan sistem merit, yaitu sebuah sistem yang menempatkan orang yang tepat di jabatan yang sesuai dengan kompetensinya. The right man in the right place. Dengan matinya sistem merit, jabatan tinggi menjadi diisi oleh PNS yang memiliki kedekatan pribadi atau kepentingan politik dengan pemimpinnya. Sehingga sulit bagi seorang PNS untuk mendapatkan jabatan lebih tinggi jika ia tidak dekat atau memiliki kepentingan politik dengan pemimpinnya. Walaupun ia pintar, rajin, dan bersih. Bahkan ia justru potensi untuk disingkirkan hingga dibebastugaskan. Ironis sekali.

Hal ini menyebabkan para PNS menjadi tidak bekerja untuk melayani kepentingan rakyat, namun berusaha dekat dengan pemimpin dan bekerja untuk melayani kepentingan pribadinya. Hal-hal tersebut menyebabkan layanan publik terganggu. Pada akhirnya rakyat yang merasakan dampak buruknya.

Nepotisme Akar Dari Korupsi

Jika melihat dari reaksinya, masyarakat cenderung lebih penduli pada permasalahan korupsi. Kemungkinan besar karena masyarakat lebih tidak rela uang mereka dicuri daripada mempedulikan orang berkepentingan politik menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan.

Namun sebenarnya, masalah nepotisme ini adalah akar dari praktek korupsi. Dengan nepotisme, maka para pemangku jabatan yang berkepentingan politik dapat memperkuat jejaring politik mereka di pemerintahan dengan mengamankan posisi-posisi strategis di pemerintahan. Posisi-posisi strategis memberi mereka peluang untuk membuat kebijakan. Kebijakan dan peraturan dapat dipelintir demi kepentingan mereka saja. Semua ini ujungnya memudahkan mereka untuk melakukan praktek korupsi. 

Panitia Seleksi

Banyaknya kasus intervensi politik dalam kinerja aparatur sipil negara menjadi salah satu alasan pemerintah dalam membuat Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu hal yang disorot pemerintah dalam menghindari praktek nepotisme adalah dengan dibentuknya panitia seleksi (pansel) terbuka untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi. Fungsi utama pansel adalah untuk memilih pemimpin aparatur sipil negara yang kompeten dan berintegritas. Pansel juga berfungsi untuk menyaring calon pimpinan yang netral. Sehingga diharapkan pemimpin yang terpilih akan menjadi pemimpin yang bekerja berdasarkan kepentingan publik bukan politik.

Sebagai penyaring pemimpin tinggi yang kompeten, berintegritas, dan netral inilah maka idealnya anggota pansel juga kompeten dan bersih dari kepentingan politik. Untuk menjaga hal ini, dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) Nomor 13 Tahun 2014 tentang tata cara pengisian jabatan pimpinan tinggi disebutkan bahwa perbandingan anggota pansel internal maksimal 45%. Dengan demikian, 55% anggota pansel harus diisi dari eksternal seperti akademisi, pakar, dan professional.

 Masyarakat Mengawal

Jaman semakin membaik. Dulu kita hanya dapat mendengar adanya ketidakadilan dalam pengisian jabatan pemimpin tinggi tanpa dapat berbuat sesuatu. Sekarang kita bisa mulai tenang dengan adanya peraturan-peraturan baru yang semakin mempersempit usaha-usaha bernepotisme.

Walaupun demikian, masyarakat tetap harus mengawal usaha-usaha ini. Peraturan-peraturan itu tidak akan menjadi senjata melawan nepotisme jika tidak diberlakukan dengan tepat. Salah satu hal yang dapat membuat peraturan ini berjalan dengan tepat adalah adanya pengawasan dari masyarakat.

Jangan ragu untuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah. Jangan juga merasa “terlalu serius” atau “dikit-dikit ngeritik” jika kita merasa ada yang salah. Jika kita mencintai negeri ini, jika kita merasa ada yang menganggu negri ini, sudah seharusnya kita membelanya. Begitu juga membela bangsa dari para politisi yang menganggu kepentingan publik dan ketertiban negri.

Apakah Tepat Jika Politisi Seperti Indra J. Piliang Menjadi Anggota Panitia Seleksi?

Apakah Anda bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN)? Ada hal yang membuat saya heran dan khawatir.

Saat ini diadakan seleksi terbuka Kepala BKN. Untuk memilih kepala yang kompeten & berintegritas, maka dibentuk panitia seleksi. Tidak hanya itu, panitia seleksi juga bertugas untuk menyaring calon pimpinan aparatur sipil negara yang netral. Sehingga anggota panitia seleksi diharapkan bersih dari kepentingan politik.

Lalu bagaimana pendapat Anda jika ada politisi seperti Indra J. Piliang masuk dalam panitia seleksi Kepala BKN? Saat ini Indra J. Piliang adalah politisi dari Partai Golkar. Apakah ia dapat menjamin penilaiannya sebagai anggota pansel Kepala BKN dapat netral?

Apakah obyektifitas dapat terjaga & konflik kepentingan bisa dihindari jika seleksi Kepala BKN saja diseleksi oleh orang dari partai politik? Jika seleksi Kepala BKN diganggu konflik kepentingan, maka dikhawatirkan menganggu netralitas aparatur. Pada akhirnya mengganggu layanan publik.

Saya mengkhawatirkan hal ini karena Kepala BKN adalah jabatan yang strategis karena HRD-nya 4,7 juta PNS, dengan misi antara lain: 

  1. Mengembangkan Sistem Manajemen SDM PNS
  2. Merumuskan kebijakan pembinaan PNS dan menyusun peraturan perundang-undangan kepegawaian
  3. Menyelenggarakan pelayanan prima bidang kepegawaian
  4. Mengembangkan sistem informasi manajemen kepegawaian
  5. Menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian kepegawaian.

Selain itu, posisi Kepala BKN yang strategis sangat rawan menjadi lahan berpolitik. Maka dari itu seharusnya Kepala BKN diseleksi dengan obyektif dan netral bebas dari kepentingan politik.

Menpan adalah ujung tombak reformasi birokrasi, maka seharusnya menjadi contoh dalam pelaksanaan seleksi terbuka. Jangan sampai komposisi pansel yang seperti ini menjadi preseden buruk dan dicontoh oleh kementerian/lembaga maupun pemda. Reformasi birokrasi baru dimulai, seharusnya dimulai dengan tepat.

Artikel Terkait:

Kawal Netralitas Birokrasi dari Politisasi

Menggagalkan Titipan pada Jokowi

Jokowi adalah sosok yang memikat bagi yang menginginkan perubahan, khususnya perubahan dalam pemerintahan. Rekam jejaknya bukan koruptor, latar belakangnya bukan militer, ia bukan bagian dari masa lalu buruk Indonesia. Mungkin ini lah salah satu alasan utama masyarakat memilihnya. Berharap masa lalu buruk tidak menduduki kursi jabatan lagi.

Paling Diharapkan Justru Paling Mengecewakan

Namun ternyata yang paling diharapkan justru yang paling mengecewakan. Harapan bahwa ia akan memberikan kursi-kursi jabatan kepada mereka yang berintegritas minim terjadi. Tudingan bahwa dirinya boneka justru seakan terbukti. Ia berulang kali memilih menteri, Kapolri, kepala-kepala lembaga negara, hingga anggota Watimpres yang diduga titipan. Masyarakat menuding "titipan" karena calon-calon pejabat tersebut dekat dengan para politikus Koalisi Indonesia Hebat.

Digagalkan KPK

Masyarakat boleh sedikit lega dengan adanya KPK sebagai penyelamat. Beberapa calon menteri yang diduga titipan gagal lolos menjadi menteri karena memiliki rapor merah dari KPK. Walaupun tidak sepenuhnya memuaskan, namun paling tidak jabatan menteri tidak diduduki oleh mereka yang memiliki masa lalu korupsi.

Terbaru calon Kapolri Budi Gunawan yang dipilih Jokowi dan bahkan sudah disetujui DPR, harus menunda pelantikannya karena tiba-tiba dijadikan tersangka rekening gendut oleh KPK. Budi Gunawan wajib menjalankan proses hukum terlebih dahulu untuk menentukan status hukumnya sebelum menjadi Kapolri. Jika ia diputuskan bersalah, maka Jokowi harus kembali mencari calon Kapolri yang baru. Lagi-lagi kursi jabatan terhindar dari terduga koruptor pilihan Jokowi.

3 Dugaan

Ada apa dengan Jokowi? Mengapa berulang kali ia memilih dan bahkan melantik para pejabat yang tidak berintegritas? Mengapa ia dengan terang-terangan mengecewakan harapan masyarakat, terutama para pemilihnya? Dugaan pertama: karena ia memang sebenarnya tidak memiliki integritas itu sendiri. Pemilihnya telah tertipu. Ia sebenarnya hanya politikus seperti pada umumnya yang akan membagikan jabatan kepada mereka yang akan menguntungkannya secara pribadi. 

Dugaan kedua: karena ia adalah boneka Megawati atau karena ia memiliki janji politik dengan partai koalisinya. Bagi-bagi jabatan seakan wajib sebagai bentuk terima kasih karena telah membantunya menjadi presiden.

Dugaan ketiga, dugaan harapan: karena ia sedang berstrategi. Mengambil kutipan dari Ahok di wawancaranya dalam majalah Tempo, Senin 25 Agustus 2014,

 

"Gaya Jokowi itu menerapkan teori membunuh kodok. Kodok yang dilemparkan ke air panas yang mendidih di kuali tidak akan mati karena kodok berdarah dingin, jadi langsung loncat. Tapi Jokowi melempar kodoknya ke air dingin, yang membuat kodok itu berenang dan diam. Setelah itu, kompor dipanaskan pelan-pelan. Sampai mati kodok itu tidak akan loncat karena tidak merasa dibunuh."

 

Banyak yang menduga Jokowi sedang ditekan untuk menuruti Megawati maupun koalisinya. Ia tidak bisa menolak titipan karena masih membutuhkan keduanya dalam menguatkan posisinya di DPR. Tapi sekali lagi, dugaan ketiga adalah harapan: Jokowi sedang membunuh kodok dengan perlahan. Bagaimana caranya tidak menolak mereka namun tetap menggagalkan calon mereka? Melalui KPK.

Tidak Semua Sukses

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana dengan beberapa titipan yang tetap mendapatkan jabatan? Kenapa lolos? Apakah mungkin karena beberapa titipan itu tidak memiliki rapor merah dari KPK? Walaupun para titipan tidak memiliki kapasitas dan integritas, namun karena tidak memiliki kasus korupsi, maka mereka tidak dapat digagalkan KPK. KPK hanya bisa menggagalkan mereka yang memiliki rapor merah dalam masalah korupsi. Sementara masalah nepotisme, KPK tidak dapat mengambil tindakan. Maka dari itu tidak semua usaha menggagalkan para titipan itu dapat berakhir sukses.

Ada KPK, Ada KASN

Jika dalam masalah korupsi Indonesia memiliki KPK, maka dalam masalah nepotisme Indonesia memiliki Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). KASN adalah komisi yang baru saja diresmikan Jokowi di awal pemerintahannya. Salah satu tujuan komisi ini adalah agar negara menghasilkan pegawai aparatur sipil negara yang profesional, memiliki nilai dasar, memiliki etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tujuan ini diharapkan tercapai dengan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar artinya tanpa membedakan latar belakang politik, ras, agama, jenis kelamin, asal-usul, umur, dll.

Secara lebih luas, melaksanakan sistem merit antara lain seperti adil dan kompetitif dalam seleksi dan promosi; memberikan reward and punishment berbasis kinerja; standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik; bahkan hingga melindungi PNS dari intervensi politik dan perbuatan semena-mena. Sehingga selain berusaha menseleksi maupun mengawasi kinerja para aparatur sipil negara agar selalu berujung pada kepentingan publik, KASN juga berusaha melindungi performa kerja para aparatur sipil negara dari intervensi politik.

Akan tetapi sungguh disayangkan, tidak seperti KPK yang tidak hanya berwewenang menyidik namun juga berwewenang menangkap koruptor, KASN tidak memiliki wewenang memberikan tindakan kepada pelanggar UU ASN yang pada akhirnya merusak sistem merit. Komisi ini hanya dapat menyelidiki dan jika ditemukan adanya pelanggaran UU ASN, KASN hanya dapat melaporkannya ke presiden. Setelah itu, keputusan ada di tangan presiden, apakah pelaku didiamkan, diberi teguran, atau diberi sanksi hinga pemecatan.

Bola Ada di Tangan Jokowi

Harapan masih ada. Paling tidak harapan bahwa Jokowi berniat untuk menggagalkan para titipan menduduki kursi jabatan. Jika KPK selama ini yang paling membantunya untuk menggagalkan para koruptor, maka KASN yang akan membantunya memberikan laporan-laporan nepotisme yang melanggar UU ASN agar kemudian ia tindak. UU ASN bisa menjadi alat strateginya untuk menggagalkan nepotisme.

Namun menolak titipan jabatan dengan alasan UU ASN mungkin tidak akan kuat. Kemungkinan Jokowi tetap akan ditekan untuk tidak menghiraukan laporan pelanggaran dari KASN. Satu-satunya yang dapat memperkuat Jokowi untuk menindak para pelaku nepotisme adalah masyarakat yang vokal mendukungnya.

Mari kita tunggu temuan-temuan KASN lalu dukung presiden untuk bersikap adil dalam menindak para pelanggar UU ASN dan tekan mereka yang berusaha menggagalkannya. Pada akhirnya, tak ada yang lebih kuat dari masyarakat bersama-sama menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Saya Mohon Jangan Netral atau Golput

Saya banyak mendengar bagaimana perasaan saudara-saudara yang masih ragu untuk memilih salah satu capres, atau bahkan ragu untuk memakai hak suaranya di 9 Juli nanti. Terlalu banyaknya konflik membuat saudara-saudara tentu saja merasa sangat muak, semua capres, semua timses, semua relawan sama saja. Semua ngotot, semua marah-marah, semua menjelek-jelekkan capres lawan. Lalu apakah lebih baik netral?

Read More

Ayah Bimo Petrus: Saya Bangga Punya Anak Seperti Bimo

Ayah Bimo Petrus: Saya Bangga Punya Anak Seperti Bimo

Setelah menulis artikel Rangkaian Penculikan dan Keterlibatan Prabowo, saya menjadi ingin bertemu dan ngobrol dengan keluarga korban penculikan yang masih belum kembali. Salah satunya saya berencana menemui keluarga Petrus Bimo Anugrah di Malang.

Namun Kamis 26 Juni 2014 lalu, tidak saya duga, saya bisa bertemu ayah Bimo, Pak Oetomo Raharjo di Jakarta. Ia ke Jakarta untuk menghadiri Aksi Kamisan yang ke-357. Dalam aksi tersebut, Pak Tomo diberikan waktu untuk berorasi di depan istana negara. Sambil menunjuk ke istana, Pak Tomo berteriak,

Read More