Social

Belajar Berdamai dari Korban Ketidakadilan

Seminggu yang lalu, saya datang mengikuti sebuah pertemuan ibu-ibu korban pelanggaran HAM berat pada tahun 1965. Saat mereka masih remaja, mereka ditangkap, dipenjara, dan disiksa bersama banyak korban lainnya karena dituduh sebagai komunis.

Munculnya rezim Orde Baru menciptakan kekerasan. Membunuh lima ratus ribu hingga satu juta manusia di seluruh Indonesia. Satu juta korban lainnya ditangkap dan dipenjara hingga lebih dari satu dekade, tanpa pengadilan.

Saya menemui (dari kiri ke kanan), Ibu Sri Muhayati, Ibu Suratmi, Ibu Sumilah, Ibu Endang, dan Ibu Mamik. Mereka ditangkap dan dipenjara rata-rata 8-14 tahun saat usia mereka hanya 14-24 tahun.

Saya pikir, sangat sulit bagi mereka untuk menghadapi masa lalu yang sedemikian kejamnya, apalagi untuk membagikan kisah pahit itu. Tapi saat saya menanyakannya, saya melihat tidak ada amarah dari mata mereka. Saya tidak tahu bagaimana bisa mereka berdamai dengan dirinya sendiri menghadapi kenyataan itu. Mungkin sederhana saja, karena mereka adalah jiwa-jiwa yang hebat.

Dalam kesempatan ini, saya membagikan beberapa cerita pendek mengenai tiga dari mereka, yaitu Ibu Sumilah, Ibu Suratmi dan Ibu Sri Muhayati. Cerita-cerita yang lain akan menyusul.

Ibu Sumilah

Dalam pertemuan siang itu, seorang korban lain berbisik kepada saya, "Ibu Sumilah itu tokoh lho itu. Anda bertemu tokoh." Iya ia seorang tokoh. Cerita tentangnya sudah lama saya dengar. Akhirnya saya bertemu langsung.

Tokoh karena ia ditangkap, disiksa, dan dipenjara selama 8 tahun saat masih berusia 14 tahun. Ia dituduh komunis karena menari di pertemuan Gerwani, gerakan yang juga dituduh gerakan komunis. Padahal saat itu ia hanya seorang anak kecil berusia 14 tahun, tidak lulus SD karena tidak mampu membayar sekolah, dan suka menari. 

Selama 8 tahun itu ia disiksa dan dipaksa mengakui bahwa ia seorang komunis. Jangankan komunis, saat itu arti kata "merdeka" saja ia tidak tau.

Ibu Suratmi

Ia ditangkap lalu dipenjara selama 14 tahun karena menjadi anggota Gerwani. Selama 14 tahun itu pula ia harus meninggalkan anaknya yang masih SD kelas 4. Saat ia dibebaskan, anaknya sudah berkeluarga dan bahkan sudah memiliki anak.

Setelah bercerita panjang lebar tentang pengalaman pahitnya itu, saya berkomentar,

"Hebat sekali Ibu masih keliatan sehat dan bahagia walau punya pengalaman seperti itu."

Ia terhenyak lalu tersenyum,

"Ah semua itu akhirnya bahagia. Semua itu akhirnya ada hikmahnya."

"Apa hikmahnya, Bu?"

"Saya jadi punya banyak teman."

Ibu Sri Muhayati

4.jpg

Sejak pagi hingga sore saya duduk di sebelah Ibu Muhayati. Ia mengajak saya untuk duduk di kursi sebelahnya daripada duduk sendirian di lantai. Hari itu ia banyak berbagi cerita dan berbagi pengalamannya kepada saya.

Tahun 1965 Ia masih berusia 24 tahun dan sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Umum UGM. Namun ia ditangkap karena aktif mengikuti gerakan mahasiswa yang dituduh pro komunis. Karena dituduh komunis, ia di-DO dari KU UGM. Kemudian ia ditangkap bersama ibunya dan meninggalkan 3 adiknya yang masih SD dan SMP. Mereka dipenjara selama 5 tahun. Sedangkan ayahnya pun dituduh komunis dengan berbagai alasan yang akhirnya dibunuh dan dikubur entah dimana. 

Saat saya tanya apa momen tersedih saat di penjara, ia mengaku saat memikirkan adik-adiknya. Kadang ia tidur menutupi mukanya dengan selimut agar ibunya tidak tau ia menangis memikirkan adik-adiknya.

Tetapi ia bukan perempuan yang lemah. Ia justru perempuan yang pemberani, pemberontak. Seperti keberaniannya yang selalu menyikut petugas penjara yang berusaha memegangnya. Ia pun mengaku selalu membalas ucapan para petugas yang berusaha menekannya.

Seperti saat salah satu petugas mengatakan ia ditangkap dengan alasan tidak menjalankan Pancasila karena diduga atheis, ia pun balas menjawab,

"Tidak ada yang tau iman seseorang. Jangan-jangan saya lebih beriman daripada Anda? Mana saya tau Anda beriman?"

Lalu sambil menunjuk petugas yang sedang menyiksa napi yang sudah tua, ia lanjut berteriak,

"Dan jangan kira Pancasila hanya sila 1! Anda tau tidak bunyi sila 2? Kemanusiaan yang adil dan beradab. Itu kemanusian tidak? Itu beradab tidak? Yang tidak menjalankan Pancasila itu siapa?"

Ia mengaku para petugas menjadi sangat sopan dan baik dengannya. Bahkan selalu menanyakan keadaannya dan memberi makanan kepadanya.

Saat saya tanya apa momen yang tak terlupakan saat di dalam penjara, sambil meringis jahil ia bercerita,

"Hampir setiap sore para petugas itu memaki-maki kami yang dipenjara. Kasar sekali seperti 'lonte!', 'kalian pelacur!', atau 'bajingan!' Saya tidak tahan mendengarnya. Jadi setiap mereka mulai meneriaki kami, saya nyanyi saja lagu Darah Rakyat kencang-kencang agar tidak mendengar suara mereka.

Lagunya seperti ini, 'Darah rakyat masih berjalan. Menderita sakit dan miskin. Padanya datang pembalasan. Rakyat yang menjadi hakim. Ayuh! ayuh! Bergerak! Sekarang! Merah Putih panji-panji kita. Merah warna darah rakyat!'

Eh kok ternyata para tahanan laki-laki mendengar saya menyanyi! Jadi mereka pun mulai ikut menyanyi bareng saya! Kita semua jadi menyanyi Darah Rakyat bersama-sama! Hahaha!"

Seperti Eyang Putri

Selesai pertemuan, saya menelpon ibu saya minta dijemput di rumah Ibu Mamik, tempat dimana pertemuan itu berlangsung. Saat saya sedang menelpon ibu saya, Ibu Suratmi berbisik, "minta dijemput di rumah saya saja. Main ke rumah saya ya? Dekat kok." Saya pun mengangguk dan mengarahkan ibu saya untuk menjemput saya di rumah Ibu Suratmi.

Kami berdua berjalan bersama ke rumahnya. Memang betul, tidak terlalu jauh dari rumah Ibu Mamik, kami berdua sudah sampai di rumahnya. Rumahnya sangat asri. Saya pun dipersilahkan masuk ke ruang keluarganya dan diperkenalkan kepada suaminya yang juga seorang korban pelanggaran HAM tahun 1965.

Kami mengobrol panjang, sampai akhirnya ibu saya sudah sampai di depan rumahnya. Setelah sempat mengambil gambar mereka, saya pamit pulang.

Sampai di dalam mobil, saya menoleh ke arah rumahnya, ternyata Ibu Suratmi masih berdiri di depan pintunya menunggu saya hingga saya pergi. Saya pun membuka kaca mobil yang melaju menjauhinya dan melambai ke arahnya. Ibu Suratmi membalas melambaikan tangannya kepada saya. Persis seperti yang saya dan almarhum eyang putri saya lakukan dahulu, kami saling melambaikan tangan sampai saling tak terlihat. Oh God, you just sent me love. (:

Indonesia Kelewatan Menghina Agama

Kita dari sini, dari Indonesia, yang sejarah, nilai hidup, nilai bernegara, nilai bermasyakat berbeda dengan Perancis, turut menghakimi bagaimana seharusnya Perancis menghormati sebuah agama. Bagaimana seharusnya Perancis melarang kebebasan berekspresi "yang kelewatan" seperti majalah Charlie Hebdo, Paris. Saya sendiri tidak setuju jika majalah Charlie Hebdo dikatakan kelewatan berkreasi. Alasannya saya tulis disini.

Namun kata teman baik saya Frankiey Pandjaitan, "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak." Apa benar kita sebagai warga negara Indonesia yang katanya harus saling menghormati agama benar-benar menghormati semua agama?

Kumpulan foto judul artikel di atas menjawab bahwa Indonesia tidak menghormati agama, khususnya agama minoritas dan bahkan umat yang mayoritas membiarkannya terus terjadi seakan itu wajar.

VOA Islam, Arrahmah, Islam Pos, justru media-media penyebar fitnah terhadap agama lain di Indonesia. Penyebar fitnah, bukan sekedar lelucon kartun. Kalo ditimbang beratnya, jelas penyebaran fitnah itu kejahatan yang sangat berat. Seharusnya sebagai umat Islam kita lebih concern masalah ini.

Saya mengharapkan umat Islam dipandang sebagai umat yang sabar, walaupun dicaci-maki oleh umat lain. Tetapi juga umat yang pemberani dan maju terdepan melawan sesama umatnya yang mencaci-maki umat lain. Kalau tidak salah ini adalah sifat yang harus ditiru dari nabi tercinta kita, Muhammad SAW. 

PS: Sebagai umat Islam saya minta maaf kepada umat agama lain yang sering tidak dihormati umat Islam. But guys, you know the true moslem wont do this.

Related Post:

Terorrist Attack Aftermath, Should I Change My Religion? 

Perlukah Aku Marah Jika Islamku Dihina?

Perlukah Aku Marah Jika Islamku Dihina?

Perlu waktu cukup lama untuk saya menulis ini. Agak sulit untuk mengungkapkannya tanpa membuat orang Islam marah. Tapi saya coba. Toh saya orang Islam, jadi justru tanggung jawab saya untuk mendiskusikan masalah Islam dengan sesama Islam.

Menentukan Batasan

Batasan itu penting. Seperti batasan dalam kebebasan berpendapat maupun batasan minta dihormati. Kalo tidak ada batasan kebebasan berpendapat, bisa-bisa semua orang asal menghina orang lain menyebabkan perpecahan. Kalo tidak ada batasan minta dihormati, bisa-bisa semua orang dikit-dikit ngamuk terus, dikit-dikit minta dihormati.

Bagaimana batasan kebebasan berpendapat itu yang masih rancu di masyarakat. Apakah semua pendapat dan lelucon negatif harus dipermasalahkan? Maka saya rasa, hina menghina itu perlu dibedakan, menghina pribadi (personal attacking) atau menghina sesuatu yang bukan masalah pribadi. Jadi agar tidak dikit-dikit pendapat dan kreasi orang lain dijadikan masalah besar yang tidak perlu.

Personal Attacking atau Tidak?

Hidup dan pilihan hidup seseorang dijadikan hinaan itu salah besar. Ini personal attacking. Misal ada orang menghina saya karena saya Islam, "Kalo Dian Islam berarti Dian terorist." Tentu saja orang yang menghina saya sebagai pemeluk Islam harus ditegur. Bahkan harus dilaporkan polisi karena dia memicu perselisihan.

Contoh lain, misalnya ada orang yang menghina selera musik saya, "Ih sukanya Lady Gaga. Kamu berarti setan!" Atau menghina saya sebagai orang Jawa, "Orang Jawa? Berarti pemalas!" Atau menghina orientasi seksual saya, "Lu lesbi? Dosa lu!" Dan berbagai hinaan terhadap saya sebagai manusia dan pilihan-pilihan hidup saya. Semua hinaan itu baru pantas dipermasalahkan, karena menuju pada pribadi hidup seseorang, hak hidup seseorang. Sekali lagi, ini personal attacking. Apa salah saya jika saya suka musiknya Lady Gaga? Bukan berarti saya setan. Apa salah saya jika saya orang Jawa? Bukan berarti saya pemalas. Apa salah saya jika (misal) saya lesbian? Bukan berarti saya akan masuk neraka. Mereka tidak berhak menghakimi atau bahkan menghina saya.

Tetapi berbeda pada sesuatu yang bukan pribadi seseorang. Islam itu bukan seseorang, melainkan sebuah agama. Lagu pop itu bukan seseorang, melainkan sebuah genre musik. Pulau Jawa itu bukan seseorang, melainkan sebuah pulau. Lesbi itu bukan seseorang, melainkan orientasi seksual. Sementara pemeluk agama Islam itu seseorang. Penyuka lagu pop itu seseorang. Orang Jawa itu seseorang. Lesbian itu seseorang.

Hal-hal yang bukan tertuju pada seseorang adalah hal-hal yang bisa dijadikan diskusi umum. Semua orang berhak berpendapat bagus, buruk, menghina, asalkan tidak tertuju pada pribadi seseorang, tidak personal attacking siapapun. Semua orang memiliki hak atas pemikirannya dan memiliki hak untuk menyuarakannya, seburuk apapun itu. Sementara semua orang dilarang berpendapat atau menghina pribadi seseorang. Itu bukan haknya menghakimi kehidupan orang lain. Inilah bedanya.

Jadi apakah perlu kita mempermasalahkan seseorang menghina musik pop sebagai musik setan? Menghina Pulau Jawa sebagai pulau yang kotor? Menghina betapa lucunya jika lesbian bersetubuh? Hingga mempermasalahkan yang menghina Islam? Saya pikir tidak perlu. Hak mereka mengungkapkan pendapat jeleknya tentang musik pop, tentang Pulau Jawa, tentang persetubuhan lesbian, atau tentang Islam. Karena mau bagaimanapun itu pendapatnya tentang sesuatu, bukan tentang hidup seseorang.

Toh saya tetap cinta musik pop, saya tetap orang Jawa, dan Islam tetap di hati saya yang terdalam. Katakan apa saja pendapat mereka, itu hak mereka dalam berpendapat. Saking percaya dirinya aku, saking cintanya aku, hinaan mereka tidak mempengaruhi pilihanku.

Apa yang dilakukan majalah Charlie Hebdo Paris termasuk penghinaan pada sesuatu yang bukan ranah pribadi seseorang. Mereka tidak menghina kita sebagai pemeluk Islam tetapi mereka menghina Islam. Jadi jika menurut mereka Islam agama yang jelek, ya terserah mereka. Jika menurut mereka Muhammad menjijikkan, ya terserah mereka. Tetapi aku tetap Islam dan memandang Muhammad sebagai panutan hidupku.

Reaksi yang Tepat

Justru kurang tepat jika melarang seseorang yang berpendapat di ranah umum. Berarti kita memaksa sebuah diskusi umum dihentikan, sebuah ide dibungkam. Padahal itu hak semua orang untuk berdiskusi dan berkreasi jika masih di ranah umum. Walaupun pendapat dan kreasi orang lain sangat buruk dan tidak enak di dengar, kita tetap harus memberinya hak.

Juga berarti saya terlalu mementingkan pendapat negatif mereka pada Islam daripada mementingkan betapa kuatnya saya mencintai Islam dan Muhammad. Jika kita percaya agama kita adalah yang terbaik, maka hinaan mereka terhadap agama kita itu tidak penting. Karena toh saya tetap cinta Islam dan percaya diri memeluknya.

Jika kepercayaan kita sudah sampai di level ini, justru orang lain akan segan dan bertanya-tanya, "Kenapa dia begitu percaya dirinya dan tetap mencintai Islam walaupun Islam selalu kita hina dan jatuhkan?" Maka jawabannya: karena memang Islamku itu baik. Sekuat apapun mereka mau menjatuhkan dan menghina Islamku, Islamku tetap yang terbaik.

Related Post:

Terorrist Attack Aftermath, Should I Change My Religion?

Indonesia Kelewatan Menghina Islam

Terrorist Attack Aftermath, Should I Change My Religion?

                                                                      &nbs…

I don't think killing somebody for any reason can save Islam. Why should we worry trying to save something that is bigger and stronger than us? A rude comic about Muhammad wont change our love to him. I even 100% sure, it wont change how other religion respect Islam and Muhammad.

However, killing in the name of Islam can create hatred to us, as muslims. We are losing respect. Now I am scared the society feared us.

Should I change my religion so that people wont hate me? No I wont. I just need to tell the world that Islam is a kind religion. That is why I am a muslim. The terrorist are just a few muslims who read Quran without their heart and soul.

As a muslim, I am deeply sorry for what happened to the cartoonists and the policemen in Charlie Hebdo, Paris. They are heroes for freedom of speech. I wish their soul rest in peace.

Percaya Tempo atau Si Jilbab Hitam?

Kabar mengenai tulisan seorang anonim "Si Jilbab Hitam" yang mencoreng kredibilitas beberapa media besar terutama Tempo membuat masyarakat linglung. Selama ini masyarakat sudah menaruh percaya pada Tempo dan media besar lainnya, namun sekarang mereka pun dikabarkan kotor. Sekotor pejabat korup. Setelah membaca dan mendengar kabar ini, pasti banyak yang bertanya, siapa yang harus dipercaya? Banyak yang menganggap jaman sekarang makin edan karena makin sulit menentukan siapa yang harus dipercaya. Sebenarnya jaman tidak makin edan. Jaman sudah edan sejak dulu. Hanya saja di jaman kita, tak ada yang dilarang untuk berpendapat dan menentukan pilihannya. Itu yang membuat jaman ini seperti lebih rumit. Tetapi kita beruntung hidup di jaman yang segala informasinya bisa kita dapatkan dengan mudah, tanpa takut menyebarkannya atau turut menentukan sikap. Hanya ada satu resiko yang harus kita tanggung pada jaman ini: kita harus jago menyikapinya.

Kita tidak perlu sinis dengan jaman ini, atau bahkan skeptis lalu memilih mundur tidak peduli. Justru banyaknya polemik, berita simpang siur, atau berbagai perseteruan yang kita temui itu memberi kita pelajaran berharga. Bahwa tak ada seorang pun di dunia ini yang benar dan bersih. Tak ada seorang pun. Hanya saja setiap orang memiliki perjalanan hidup yang bisa dinilai dan menjadi pegangan kepercayaan kita. Seperti bagaimanapun politikus ingin menjatuhkan nama Jokowi, tapi ia memiliki lebih banyak masa lalu yang baik. Atau bagaimanapun Aburizal Bakrie ingin mencitrakan dirinya, tapi ia memiliki lebih banyak masa lalu yang buruk. Ini dia yang terpenting, mempercayai suatu pihak tidak hanya yang mereka lakukan pada saat ini saja, tetapi juga masa lalunya, track record-nya.

Awalnya menanggapi berita buruk mengenai kredibilitas Tempo amat sulit. Tentu saja ada kesedihan. Media kesayangan yang selama ini memiliki data mengejutkan mengenai praktik curang para penjahat negara ternyata jahat juga. Media yang selama ini berani menyebarkan kebusukan pemimpin dan politisi ternyata busuk juga. Media yang selama ini mengolok para pencuri uang rakyat di cover majalahnya sekarang menjadi bahan olokan juga. Tapi perlu diingat lagi, Tempo selama ini memiliki data-data mengejutkan yang membuka informasi kepada kita maupun aparat negara. Tempo selama ini berani menyebarkan data tersebut agar para penjahat lebih takut melakukan aksinya. Tempo pun selama ini menciptakan cover yang mengolok penjahat-penjahat itu dan membuat kita semakin berani turut menyudutkan agar diadili. Tempo telah membeberkan informasi dan menghidupkan alam demokrasi maupun keberanian masyarakat. Setelah menilik kembali karya-karya Tempo selama ini, untuk sementara berita kebusukan mereka belum mengalahkan track record baiknya. Apalagi berita busuk tersebut hanya ditulis oleh seorang anonim dari antah berantah.

Menhut: Segera Bertindak Selamatkan Satwa Kebun Binatang Surabaya

Melani KBS
Melani KBS

Namanya Melani, seekor Harimau Sumatera di Kebun Binatang Surabaya (KBS). 

Ia kurus, hanya seperti tulang berbalut kulit. Pada usianya, seharusnya berat normal Melani adalah 100kg, namun beratnya hanya mencapai 60kg. Satu-satunya yang masih mengesankan adalah sorot matanya yang tajam namun butuh pertolongan. Ia tak berdaya dan memilih selalu berbaring di lantai dan rumput. Hampir semua makanan yang ia telan tak dicerna. Selain memuntahkan makanannya, ia juga menderita diare. Bulan lalu, harimau bernama Razak juga mati karena penyakit paru-paru yang disebabkan kandang kecil dan kotor. Sekarang Melani dikhawatirkan usianya tak lagi panjang dan bahkan akan menghadapi euthanasia. Padahal spesies Harimau Sumatera seperti Melani sudah kurang dari 600 ekor di hutan-hutan Sumatera.

Maret 2012 lalu, satu-satunya jerapah koleksi KBS mati di kandangnya karena perutnya penuh dengan plastik. Selain jerapah, nasib buruk juga dialami satwa lain yang hidup bersama puluhan hewan lain di kandang sempit dan kurang pencahayaan, yang hidup di tengah sampah berserakan, dan bahkan tak bisa berteduh karena kandangnya dijadikan kamar sewaan untuk manusia dan pepohonan dijadikan sarana ritual dukun.

Pada pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Hewan yang telah direvisi, kesejahteraan dan keselamatan satwa harus diperhatikan oleh pemilik satwa dan yang diwajibkan mengurusinya. Pasal tersebut dengan jelas mewajibkan pemilik atau pengurus satwa agar memberi makan dan minum yang layak kepada satwa peliharaannya, tidak dengan sengaja menelantarkan satwa peliharaannya, dan tidak dengan sengaja membuat satwa sakit atau terluka ringan hingga menyebabkan kematian. Dalam kasus KBS, jika pengelola KBS melanggar pasal tersebut, maka dapat dituntut dan diancam hukuman penjara 2 - 7 tahun dan denda 5 - 10 juta Rupiah.

Tim Pengelola Sementara untuk perbaikan KBS memang sudah dibentuk. Namun muncul foto dan video yang menunjukkan Melani dengan kondisi memprihatinkan. Apa lagi yang menjadi masalah dalam pengelolaan KBS? Kenapa masih ada satwa KBS yang sengsara? Kabar mengatakan kesengsaraan satwa KBS adalah akibat dari konflik manajemen di KBS. Namun konflik apapun yang terjadi di KBS, kesejahteraan hidup satwa harus tetap menjadi concern utama pengelolanya. Untuk itu kami memohon kepada Bapak Menhut Zulkifli Hasan dan pihak terkait untuk segera menyelamatkan satwa di KBS dan selanjutnya diperlihara sesuai Pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Binatang.

Mari isi petisi ini untuk mendukung Bapak Menhut dan pihak terkait agar segera bertindak menyelamatkan satwa KBS. Mari bersama-sama melindungi para satwa. Bukan hanya karena mereka akan punah, tetapi karena mereka juga makhluk hidup seperti kita yang bisa merasakan sakit dan sengsara. Let's speak up for those who cannot speak.

Petisi: Menhut @Zul_Hasan: Segera Bertindak Selamatkan Satwa Kebun Binatang Surabaya

Terkait:

Petisi Komnas Hewan

Jerapah Mati, Kebun Binatang Surabaya Salah Urus

Jerapah Kebun Binatang Surabaya Akhirnya Mati

Satu Harimau Kebun Binatang Surabaya Mati

Harimau Kebun Binatang Surabaya Diare

Harimau Kurus Kering di Kebun Binatang Surabaya Disorot Australia

Harimau di Kebun Binatang Surabaya Hadapi Euthanasia

Data Terkini Jumlah Harimau Sumatera

Revisi Pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Hewan

Video of Melani oleh Jonathan Latumahina (@tidvrberjalan)

Terima Kasih Kepada Komentator Negatif

Seperti postingan blog saya berjudul Mengomentari Orang yang Sedang Menolong, bahwa kita harus lihai memisahkan antara kritik dan komentar. Bahwa walaupun sebuah kritik itu terdengar sangat pedas, namun kritik adalah sesuatu yang membangun dan disampaikan dengan maksud ingin membuat sesuatu menjadi lebih baik. Bahwa sebuah komentar adalah sebuah kalimat yang berhenti pada pujian atau makian saja, tidak memberi solusi atau saran yang membangun. Jika berisi pujian atau makian, maka tidak perlu terlalu diresahkan. Memang sebaiknya semua kritik dan komentar harus kita baca dengan lapang dada. Namun kita perlu terlatih membedakan kedua hal itu. Mana yang perlu kita perhatikan, pikirkan lebih dalam, lalu tanggapi, dan mana yang hanya perlu kita baca lalu kita lewatkan saja. Saya sendiri sudah terbiasa menghadapi kedua hal itu, apalagi menerima komentar negatif dengan makian. Setiap saya menulis dan mengungkapkan pendapat untuk membela masyarakat minoritas, lalu masyarakat yang tidak setuju akan berbondong-bondong memaki atau paling tidak membuat mentions di Twitter saya penuh dengan mereka yang menanyakan keimanan saya. Baru-baru ini ada beberapa komentar di blog saya yang mendoakan saya masuk neraka, ada yang menghina saya sebagai bebek Jaringan Islam Liberal, dsb. Komentar demikian tidak akan saya hapus, agar masyarakat bisa menilai. Namun baru-baru ini pula saya telah menghapus 2 komentar di blog saya yang bermaksud menghina gay. Menurut saya, 2 komentar itu sangat keterlaluan karena dibuat seakan-akan para gay itu murahan mencari pasangan bersetubuh lewat komentar di blog saya. Saya marah sekali membacanya, sehingga menghapusnya untuk menjaga perasaan para gay. Namun sekali lagi, itu hanya komentar. Tak perlu dipikirkan terlalu dalam. Masukan saja dalam tong sampah dan selesai. Mereka memaki, lalu kenapa? Tak ada sedikitpun yang berubah dalam hidup saya setelah mereka memaki saya.

Nah apakah teman-teman juga ada yang pernah mengalaminya? Well thats great! Jika kita menerima sebuah komentar negatif, itu justru sebuah tanda kemenangan kita. Bahwa mereka yang tidak setuju dengan kita tidak punya lagi cara yang baik untuk mematahkan pendapat kita. Saking bingungnya mengalahkan pendapat kita, mereka sudah kalang kabut mencari cara mengalahkan kita, lalu berujung pada menghina, ingin menjatuhkan mental kita. Jadi akan lebih menang lagi jika kita menanggapi cacian dengan ignorance. Silahkan habiskan waktu dengan komentar negatifmu, saya tidak akan terpengaruh.

Sebenarnya antara sial dan beruntung. Sial karena saya sering kena cacian orang yang tidak setuju dengan pendapat saya, yang kadang membuat saya sedih dan marah. Namun saya beruntung, karena sejak muda saya sudah terbiasa menghadapi itu semua. Saya menjadi tidak mudah marah atau terpengaruh dengan niat mereka menjatuhkan mental saya. Seperti kata Kelly Clarkson, what doesn't kill you makes you stronger. Sehingga terima kasih para komentator negatif. Kalian guru mental terbaik dalam hidup saya.

Pets Adoption Night 2 September 2012

Binatang peliharaan di Indonesia sudah mencapai angka populasi yang sangat tinggi, atau biasa disebut over populasi. Salah satu penyebab over populasi adalah breeder yang terus-menerus mengembangbiakkan hewan peliharaan untuk dijual ke masyarakat, tanpa memikirkan dampak kesejahteraan binatang tersebut dalam jangka panjang. Bahkan proses pengembangbiaakan, penjualan, hingga ke tangan pembeli/pemilik pun tak selalu baik. Binatang-binatang peliharaan ini tidak selalu mendapatkan perlakuan baik sehingga banyak yang ditemukan terlantar atau disiksa. Masalah ini belum banyak mendapatkan kepedulian khusus dari masyarakat maupun pemerintah. Maka, lewat acara Pets Adoption Night, Pets Movement ingin mengajak para pecinta binatang agar bersama-sama menyebarkan informasi ini ke masyarakat luas dan berbuat sesuatu untuk mengatasinya.

Setelah berhasil menyelenggarakan acara pertama di bulan April dan kedua di bulan Mei lalu, Pets Movement akan kembali mengadakan acara serupa “Pets Adoption Night 3” yang ingin mengajak masyarakat untuk lebih banyak sharing mengenai pentingnyya adopsi daripada membeli dan pentingnya sterilisasi binatang peliharaan kita.

Pets Adoption Night 3 kali ini akan lebih seru karena akan dihadiri oleh seorang public figure dari dunia perfilman Indonesia, Dennis Adhiswara. Ia bersama istrinya adalah salah satu dari banyaknya public figure yang sangat peduli terhadap kesejahteraan binatang. Selain itu, seperti biasa, akan ada sharing cerita dari 2 komunitas pecinta binatang mengenai kisah mereka dalam menyelematkan binatang terlantar, stand adopsi dari Animal Friends Jogja dan Garda Satwa, serta live acoustic dari Dharma Music.

Acara ini akan digelar pada:

  • Hari Minggu, 2 September 2012
  • Pukul 17.00 - 20.00 WIB
  • Garden Juice, Jalan Kaliurang Km. 5 Blok C No 26, Pogung Baru, Jogja
  • Untuk umum dan gratis tanpa pendaftaran
  • Denah:

See you there!

Regards,

  • Pets Movement
  • Twitter: @petsmovement
  • Email: petsmovement@gmail.com
  • Website: http://petsmovement.wordpress.com

Urgent: Selamatkan Binatang dan Komunitasnya

Saya menulis ini setelah mendapat kabar: komunitas X tidak jadi diundang dalam sebuah pertemuan para komunitas penyelamat binatang dengan salah satu calon DKI 1. Alasannya karena ada yang tidak setuju komunitas X diundang. Ini bukan hal baru yang pernah saya dengar dan hadapi dalam menyelamatkan binatang.

Memang belum genap setahun saya mengikuti perjalanan para penyelamat binatang di Indonesia ini, tapi saya sudah sering mendapat cerita atau bahkan mengalami sendiri bagaimana menyelamatkan binatang itu semakin sulit dengan adanya ketegangan antar komunitasnya. Bukan hal baru saya mendengar masalah ini.

Komunitas A tidak suka dengan komunitas B karena alasan prinsip. Komunitas Y tidak suka dengan komunitas Z karena masalah sumbangan. X mempermasalahkan siapa yang paling dahulu menangani sebuah kasus penyelamatan binatang dan mendapat nama. Z heran kenapa si X mau menolong si Y dalam kasus penyelamatan binatang, padahal mungkin yang akan mendapat nama di media si Y. Komunitas Q meminta komunitas A mengubah namanya karena selalu dikira sama oleh media. 2 komunitas penyelamat binatang yang selalu curhat kepada saya mengeluhkan satu sama lain. Bahkan 2 penyelamat binatang yang selalu saya idolakan, Z dan X,  memutuskan hubungan persahabatan merekadan terpecah menjadi 2 komunitas.

Apakah kita perlu selalu diingatkan bahwa tujuan utama kita berkumpul hanya satu dan sama yaitu untuk menyelamatkan binatang? Dari semua manusia di dunia ini, paling tidak para penyelamat binatang (dari komunitas dan dengan prinsip apapun mereka) tetap sahabat kita karena kita memiliki tujuan yang sama. Rasanya saya ingin mendatangi para penyelamat binatang dan meminta, "please, selamatkan binatang dan diri kita sendiri. Para binatang tidak membutuhkan kita yang terpecah belah memikirkan prinsip dan nama, tapi membutuhkan kita bersatu untuk menyelamatkan mereka sekarang dan ke depannya."

Sejujurnya, saya sangat berduka.

Fitnah Anti JIL Kepada Saya

Setelah mengikuti diskusi Anti JIL di Fisipol UGM 8 Juni 2012 itu, saya langsung mendapat berbagai fitnah dari para Anti JIL. Justru fitnah itu pertama kali muncul dari si pembicara pertama, dia memfitnah livetwit saya hanya menceritakan dirinya membahas soal tweet orang JIL saja. Mereka heboh maki-maki saya yang katanya tidak adil. Padahal isi livetwit saya tidak hanya itu.

Kemudian ada seorang wanita, yang sejak kasus di LKiS Mei lalu terus mentions saya di Twitter, juga turut memfitnah saya. Dia memfitnah: "Dian Paramita penghina Nabi Muhammad SAW" karena saya menyebarkan surat Muhammad kepada biarawan ini. Wanita itu juga memfitnah saya membela JIL karena saya ingin mendapat beasiswa dari JIL. Fitnah ini muncul karena dalam diskusi siang 8 Juni 2012 di Fisipol UGM itu saya membela JIL dan malamnya saya ngobrol dengan Budiman Sudjatmiko di Twitter tentang beasiswa di Inggris. Wanita itu menilik timeline saya dan setelah membaca obrolan saya tentang beasiswa itu, dia langsung mengasumsikan saya membela JIL karena ingin mendapat beasiswa dari JIL!

Mungkin wanita ini mengira semua tindakan manusia itu selalu bersifat transaksional. Dia mengira semua orang tidak pernah tulus jika membela sesuatu. Dia kira jika seseorang membela sesuatu itu untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya. Dia kira saya membela Irshad Mandji karena saya lesbi, saya membela Lady Gaga karena saya fans beratnya, saya membela JIL karena saya butuh beasiswanya. Dia kira semua yang saya lakukan selalu untuk kepentingan saya pribadi. Dia perlu tau, tak semua manusia berpikiran selicik dan sepicik itu. Dia perlu tau, banyak sekali manusia yang membela orang lain dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dia perlu tau dan menghentikan fitnah-fitnahnya.

Bahkan dulu setelah kasus penyerangan MMI di diskusi Irshad Manji LKiS Mei lalu, livetweet dan keesaksian saya yang mengatakan pager dijebol, makanan diinjak-injak, kaca perpus dipecahi, teman saya dipukuli mereka sebut ngibul. Mereka memfitnah saya ngibul karena kesaksian teman mereka dari anggota MMI berbeda dengan kesaksian saya. Sehari kemudian Sultan Hamengkubuono X ikut mengomentari kejadian ini dan akhirnya mereka diam tak lagi menyebut saya ngibul. (:

Baru-baru ini fitnah lain dari para Anti JIL juga muncul, antara lain mereka katakan Tuhan saya adalah $ alias uang. Mentions yang mengganggu saya terus datang hingga hari ini. Selain memfitnah, mereka juga memaki atau mengejek. Jika saya katakan mereka telah memfitnah dan memaki, mereka sebut saya lebay dan meminta bukti. Hahaha. Tentu saja bukti ada. Semua fitnah dan cacian mereka sudah saya capture dan simpan. Hanya saja, untuk apa meladeni mereka? Jika ada yang ingin melihat buktinya, saya perlihatkan secara langsung. Saya tidak mau publish buktinya dan membuat mereka terkenal lewat akun Twitter dan blog saya ini.

Ada yang menasehati saya untuk bersabar, didiamkan saja. Memang saya sudah mendiamkan mereka. Tapi mereka masih tetap saja mentions saya. Setiap hari. Semua tweet saya dikomentari. Bahkan tweet teman-teman yang me-mentions saya ikut dikomentari. Twit fitnah-fitnah mereka banyak di-retweet (RT) dan ditambahi komentar kasar. Semua memenuhi timeline saya. Membalas tweet mereka itu sama seperti berkelahi dengan monster yang jika lehernya dipotong justru akan tumbuh 3 leher baru. Membalas tweet mereka akan berujung pada pengroyokan mentions. Ada yang ikut mendebat, ikut memaki, atau ikut RT dan CC. Ada beberapa akun mereka yang setiap hari mengganggu saya. Tidak ada satupun tweet dia yang saya balas. Tapi tetap menganggu saya. Justru pernah ada yang setiap hari memaki dan mengganggu saya. Tak satupun ada yang saya balas. Malah tiba-tiba dia bilang sudah alergi dengan saya. Yang ganggu sapa, yang alergi sapa. Heheaheu.

Apakah mereka layak di-block? Sangat layak. Banyak yang menyarankan saya untuk mem-block mereka. Tapi perlu diketahui, kalo mereka di-block, mereka akan foto bukti di-block dan memamerkannya di diskusi-diskusi Anti JIL lainnya. Bangga di-block, merasa menang debat. Padahal yang mereka lakukan bukan debat, tetapi mengganggu. Berdebat itu seharusnya sopan, menghormati lawan debat, menggunakan argumentasi yang relevan, dan tetap stick pada topik. Tetapi mereka sebaliknya. Mereka sering melantur keluar dari topik, menggunakan kata-kata kasar, personal attacking dengan memaki kehidupan pribadi saya, hingga memfitnah. Mem-block mereka juga membuat saya tidak lagi bisa membaca fitnah-fitnahnya dan mendoakan mereka. (:  

Apa yang bisa saya lakukan? Ini senjata saya yang paling ampuh: percaya Allah. Karena itu saya percaya Dia akan selalu melindungi saya dari setan, akan selalu mengingatkan saya untuk bersabar, dan akan selalu memberi keadilan yang terbaik untuk umatnya yang mencintai-Nya dengan tulus. Dengan mempercayai-Nya, hati saya menjadi damai.