Mengomentari Mereka yang Sedang Menolong

Indonesia sedang membutuhkan pertolongan kita. Banyak masalah sehingga banyak yang harus ditolong. Bersama teman-teman, kami berusaha menolong semampu kami, sesuai yang kami pikir baik dan sesuai dengan kemampuan kami.
Namun tidak sedikit orang mengomentari aksi kami. Saya tidak masalah untuk dikritik. Kritikan itu baik. Namun kritikan itu berbeda dengan komentar. Kritikan sifatnya serius, ucapannya sudah dipikirkan terlebih dahulu secara luas, dan untuk sesuatu yang lebih baik. Sementara komentar, bagi saya sifatnya lebih asal, tanpa memikirkan ucapannya, tidak memikirkan masalah secara luas.
Saya beri beberapa contoh. Saat saya dan teman-teman saya membuat aksi Peduli Merapi, kami mengumpulkan dana lewat Twitter, kami belanjakan untuk kebutuhan pengungsi, kami foto kegiatan belanja hingga kegiatan penyaluran bantuan ke pengungsian dan kami share di Twitter. Lalu muncul komentar,

Halah, membantu aja pake di-share di Twitter. Bantu ya bantu ga usah pake pamer.

Tahukah dia bahwa share di Twitter itu bentuk pertanggung jawaban kami kepada para donatur karena kami sedang memegang uang mereka yang mereka percayakan untuk membantu pengungsi korban Merapi? Tega sekali menyebut kami pamer.

Itu detergennya kenapa yang itu? Itu kan ga ramah lingkungan!

Tahukah dia betapa kacaunya keadaan di Jogja saat itu? Bahwa keadaan di supermarket saat itu sangat hiruk pikuk. Banyak sekali relawan yang datang ke supermarket untuk membeli barang kebutuhan pengungsi. Kami tidak memiliki waktu untuk berdiri di depan rak detergen, membaca satu-satu mana yang ramah lingkungan mana yang tidak. Atau waktu untuk mengembalikan puluhan deterjen yang sudah masuk keranjang belanjaan untuk ditukar dengan detergen yang ramah lingkungan.
Sama juga saat saya membuat kampanye Mengenang Munir. Saya memang melakukannya sendiri tanpa team, tetapi saya banyak dibantu oleh beberapa celeb yang membantu meramaikan, media yang membantu memberitakan, pihak-pihak yang membantu menyediakan venue dan sound system gratis. Satu-satu saya beri ucapan terima kasih sesuai bantuan mereka melalui Twitter. Lalu muncul komentar,

Terima kasih terima kasih. Njuk koe mbantu opo? (Terima kasih terima kasih. Lalu kamunya bantu apa?)

Bingung. Saya sebagai inisiator dan penyelenggara kampanye justru ada yang menanyakan seperti itu. :(
Dan terakhir, pada kampanye Save Orangutans, yang saya dan teman-teman selenggarakan untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai kasus pembantai orangutan. Saat saya dan para celeb sedang beramai-ramai tweet tentang isu ini, muncul komentar,

Kenapa baru sekarang membuat kampanye seperti ini? Orangutan udah dibantai dari dulu!

Baru sekarang karena isu ini muncul di hadapan saya baru sekarang. Maka saya tergerak sekarang. Jika dari dulu saya tau, dan daridulu saya memiliki kemampuan seperti sekarang, saya tentu melakukannya sejak dulu.

Lalu bagaimana dengan penyu? Bagaimana dengan harimau? Kok cuma orangutan?

atau

Seharusnya kita menentukan skala prioritas. Manusia lebih prioritas.

Bagi saya, nyawa milik manusia, binatang, dan tumbuhan itu semua prioritas. Namun karena keterbatasan saya, saya tidak mampu memprioritaskan mana yang harus saya tolong terlebih dahulu. Saya ingin sekali menangani kelaparan di Indonesia, atau menangani seluruh binatang yang diperlakukan tidak etis di negri ini, atau menangani hutan-hutan yang dibabat habis oleh perusahaan sawit. Tapi saya bukan presiden, tentu saya tidak mampu menangani semua itu. Kemampuan saya belum pada level itu. Yang saya bantu sekarang adalah yang sesuai kemampuan saya. Sekarang level kemampuan saya untuk menolong para orangutan yang dibantai. Bukan pilih kasih, ini hanya masalah keterbatasan.
Tetapi jika Anda merasa ada makhluk hidup lain selain orangutan yang butuh pertolongan, kenapa tidak Anda lakukan? Anda tentu akan mendapatkan dukungan dari saya dan semua orang. Kenapa tidak memulainya? Ayo bersama-sama kita membantu Indonesia di segala kasus. Kemampuan masing-masing dari kita memang terbatas, namun jika bersatu akan luar biasa. Dan saya memohon agar Anda terjun dan lakukan sesuatu jika Anda merasa ada yang membutuhkan.
Dari segala macam komentar yang pernah datang, saya menjadi belajar kemampuan memilah kritik dan komentar, mana yang yang harus dijawab dan mana yang harus diabaikan. Saya juga mendapat pelajaran bahwa apapun masalah yang dihadapi saat berusaha menolong, jangan sampai mengganggu tujuan utama kita menolong mereka yang membutuhkan. Tulisan ini dedikasikan untuk membesarkan hati mereka yang sedang berusaha menolong tetapi sering menerima komentar kurang baik.