Perokok dan Jiwa Egoisnya

Saya bukan perokok tapi saya tidak membenci rokok. Sudah terlalu biasa hidung saya mencium asap rokok. Orang meributkan efek samping dari merokok. Banyak cewek melarang cowoknya merokok agar tidak sakit. Entah mengapa, urusan ini saya cuek saja.
Namun fakta bahwa perokok itu egois memang benar. Mereka seperti membuang hajat dimana-mana tanpa mempedulikan ada yang akan menginjak hajatnya dan baunya akan menempel sepanjang hari. Kadang lebih egois lagi saat berkumpul dengan teman-temannya, perokok meminta untuk duduk di tempat smoking area yang panas dan sesak. Semua yang mereka lakukan hanya untuk merokok. Memuaskan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang lain.
Saya tak begitu mempedulikan hal ini sebelumnya sampai ada suatu kejadian. Malam itu saya nongkrong dengan segerombolan teman-teman saya yang mayoritas merokok. Saya tidak mempedulikan asap mereka. Saya terus asyik ngobrol dengan teman yang duduk di samping saya. Saat sedang asyik mengobrol, dia mengambil bungkus rokoknya dan hendak menghidupkannya. Tiba-tiba dia hentikan niatnya, lalu bertanya kepada saya, "kalo aku merokok, kamu keganggu dengan asapnya nggak?" Dengan asal saya jawab, "iya." Saat itu juga ia masukan rokoknya kembali ke bungkusnya, ia letakkan meja, dan mengobrol dengan saya lagi. Saya kaget. Tak pernah saya bertemu perokok yang toleran seperti dirinya. Bahkan ia lebih menghargai waktu untuk mengobrol dengan saya daripada pergi menjauhi saya untuk menghirup rokoknya. Mengesankan. Saya tak akan pernah melupakan kejadian sederhana itu.
Terima kasih ya Kuring. Kamu berbeda dengan perokok yang lain.