Genevieva Misiatini Oetomo

download.jpeg

20 tahun yang lalu saat anaknya, Bimo Petrus, izin meninggalkan kuliahnya di Surabaya untuk menjadi mahasiswa dan aktivis di Jakarta, Ibu Misiati terus melarangnya. Namun suaminya, Pak Oetomo Raharjo (Tomo), justru memberi izin.

"Kalo itu pilihanmu, baik dan benar, berangkatlah kamu. Selama imanmu masih jernih, sekecil apapun kamu, pasti diselamatkan oleh Tuhan," pesan Pak Tomo saat Bimo pamit. Pak Tomo bermaksud memberikan dukungan moral, doa dan semangat untuk perjuangan Bimo. Untuk perubahan yang Bimo inginkan di negeri ini. Sebaliknya, Ibu Misiati terus menahan Bimo agar tidak pergi. Tetapi Bimo tetap pergi dan tak pernah kembali.

Perubahan besar itu terjadi, membawa kebaikkan dan kemewahan untuk negeri ini. Kita semua sedang menikmati kemewahan itu, seperti kebebasan mengkritik pemerintah atau sesederhana menulis di wall Facebook kita ini tanpa rasa takut. Sayangnya, kita harus mengorbankan Bimo dan teman-teman seperjuangan Bimo. Bahkan kita harus mengorbankan para orang tua yang kehilangan anak tersayang mereka. "Separuh usiaku untuk membesarkan anakku. Separuh jiwaku terus sepi menunggu dia kembali..." kata Ibu Misiati di sela-sela perjuangannya mendapatkan anaknya kembali.

Hari ini Ibu Misiati telah berpulang. Ia tidak perlu lagi berjuang dan menunggu anaknya kembali. Ia sedang memeluknya, melepas rindu dan bercerita betapa selama ini jiwanya terus sepi menunggunya kembali.

Selamat jalan Ibu Misiati. Terima kasih telah membesarkan anak yang mampu mengubah negri ini menjadi jauh lebih baik. Terima kasih atas perjuangannya mendapatkan keadilan selama 20 ini. Selamat beristirahat, biarkan kami yang meneruskan perjuanganmu ini.

Baca juga: "Ayah Bimo Petrus: Saya Bangga Punya Anak Seperti Bimo"