Belajar Berdamai dari Korban Ketidakadilan

Seminggu yang lalu, saya datang mengikuti sebuah pertemuan ibu-ibu korban pelanggaran HAM berat pada tahun 1965. Saat mereka masih remaja, mereka ditangkap, dipenjara, dan disiksa bersama banyak korban lainnya karena dituduh sebagai komunis.

Munculnya rezim Orde Baru menciptakan kekerasan. Membunuh lima ratus ribu hingga satu juta manusia di seluruh Indonesia. Satu juta korban lainnya ditangkap dan dipenjara hingga lebih dari satu dekade, tanpa pengadilan.

Saya menemui (dari kiri ke kanan), Ibu Sri Muhayati, Ibu Suratmi, Ibu Sumilah, Ibu Endang, dan Ibu Mamik. Mereka ditangkap dan dipenjara rata-rata 8-14 tahun saat usia mereka hanya 14-24 tahun.

Saya pikir, sangat sulit bagi mereka untuk menghadapi masa lalu yang sedemikian kejamnya, apalagi untuk membagikan kisah pahit itu. Tapi saat saya menanyakannya, saya melihat tidak ada amarah dari mata mereka. Saya tidak tahu bagaimana bisa mereka berdamai dengan dirinya sendiri menghadapi kenyataan itu. Mungkin sederhana saja, karena mereka adalah jiwa-jiwa yang hebat.

Dalam kesempatan ini, saya membagikan beberapa cerita pendek mengenai tiga dari mereka, yaitu Ibu Sumilah, Ibu Suratmi dan Ibu Sri Muhayati. Cerita-cerita yang lain akan menyusul.

Ibu Sumilah

Dalam pertemuan siang itu, seorang korban lain berbisik kepada saya, "Ibu Sumilah itu tokoh lho itu. Anda bertemu tokoh." Iya ia seorang tokoh. Cerita tentangnya sudah lama saya dengar. Akhirnya saya bertemu langsung.

Tokoh karena ia ditangkap, disiksa, dan dipenjara selama 8 tahun saat masih berusia 14 tahun. Ia dituduh komunis karena menari di pertemuan Gerwani, gerakan yang juga dituduh gerakan komunis. Padahal saat itu ia hanya seorang anak kecil berusia 14 tahun, tidak lulus SD karena tidak mampu membayar sekolah, dan suka menari. 

Selama 8 tahun itu ia disiksa dan dipaksa mengakui bahwa ia seorang komunis. Jangankan komunis, saat itu arti kata "merdeka" saja ia tidak tau.

Ibu Suratmi

Ia ditangkap lalu dipenjara selama 14 tahun karena menjadi anggota Gerwani. Selama 14 tahun itu pula ia harus meninggalkan anaknya yang masih SD kelas 4. Saat ia dibebaskan, anaknya sudah berkeluarga dan bahkan sudah memiliki anak.

Setelah bercerita panjang lebar tentang pengalaman pahitnya itu, saya berkomentar,

"Hebat sekali Ibu masih keliatan sehat dan bahagia walau punya pengalaman seperti itu."

Ia terhenyak lalu tersenyum,

"Ah semua itu akhirnya bahagia. Semua itu akhirnya ada hikmahnya."

"Apa hikmahnya, Bu?"

"Saya jadi punya banyak teman."

Ibu Sri Muhayati

4.jpg

Sejak pagi hingga sore saya duduk di sebelah Ibu Muhayati. Ia mengajak saya untuk duduk di kursi sebelahnya daripada duduk sendirian di lantai. Hari itu ia banyak berbagi cerita dan berbagi pengalamannya kepada saya.

Tahun 1965 Ia masih berusia 24 tahun dan sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Umum UGM. Namun ia ditangkap karena aktif mengikuti gerakan mahasiswa yang dituduh pro komunis. Karena dituduh komunis, ia di-DO dari KU UGM. Kemudian ia ditangkap bersama ibunya dan meninggalkan 3 adiknya yang masih SD dan SMP. Mereka dipenjara selama 5 tahun. Sedangkan ayahnya pun dituduh komunis dengan berbagai alasan yang akhirnya dibunuh dan dikubur entah dimana. 

Saat saya tanya apa momen tersedih saat di penjara, ia mengaku saat memikirkan adik-adiknya. Kadang ia tidur menutupi mukanya dengan selimut agar ibunya tidak tau ia menangis memikirkan adik-adiknya.

Tetapi ia bukan perempuan yang lemah. Ia justru perempuan yang pemberani, pemberontak. Seperti keberaniannya yang selalu menyikut petugas penjara yang berusaha memegangnya. Ia pun mengaku selalu membalas ucapan para petugas yang berusaha menekannya.

Seperti saat salah satu petugas mengatakan ia ditangkap dengan alasan tidak menjalankan Pancasila karena diduga atheis, ia pun balas menjawab,

"Tidak ada yang tau iman seseorang. Jangan-jangan saya lebih beriman daripada Anda? Mana saya tau Anda beriman?"

Lalu sambil menunjuk petugas yang sedang menyiksa napi yang sudah tua, ia lanjut berteriak,

"Dan jangan kira Pancasila hanya sila 1! Anda tau tidak bunyi sila 2? Kemanusiaan yang adil dan beradab. Itu kemanusian tidak? Itu beradab tidak? Yang tidak menjalankan Pancasila itu siapa?"

Ia mengaku para petugas menjadi sangat sopan dan baik dengannya. Bahkan selalu menanyakan keadaannya dan memberi makanan kepadanya.

Saat saya tanya apa momen yang tak terlupakan saat di dalam penjara, sambil meringis jahil ia bercerita,

"Hampir setiap sore para petugas itu memaki-maki kami yang dipenjara. Kasar sekali seperti 'lonte!', 'kalian pelacur!', atau 'bajingan!' Saya tidak tahan mendengarnya. Jadi setiap mereka mulai meneriaki kami, saya nyanyi saja lagu Darah Rakyat kencang-kencang agar tidak mendengar suara mereka.

Lagunya seperti ini, 'Darah rakyat masih berjalan. Menderita sakit dan miskin. Padanya datang pembalasan. Rakyat yang menjadi hakim. Ayuh! ayuh! Bergerak! Sekarang! Merah Putih panji-panji kita. Merah warna darah rakyat!'

Eh kok ternyata para tahanan laki-laki mendengar saya menyanyi! Jadi mereka pun mulai ikut menyanyi bareng saya! Kita semua jadi menyanyi Darah Rakyat bersama-sama! Hahaha!"

Seperti Eyang Putri

Selesai pertemuan, saya menelpon ibu saya minta dijemput di rumah Ibu Mamik, tempat dimana pertemuan itu berlangsung. Saat saya sedang menelpon ibu saya, Ibu Suratmi berbisik, "minta dijemput di rumah saya saja. Main ke rumah saya ya? Dekat kok." Saya pun mengangguk dan mengarahkan ibu saya untuk menjemput saya di rumah Ibu Suratmi.

Kami berdua berjalan bersama ke rumahnya. Memang betul, tidak terlalu jauh dari rumah Ibu Mamik, kami berdua sudah sampai di rumahnya. Rumahnya sangat asri. Saya pun dipersilahkan masuk ke ruang keluarganya dan diperkenalkan kepada suaminya yang juga seorang korban pelanggaran HAM tahun 1965.

Kami mengobrol panjang, sampai akhirnya ibu saya sudah sampai di depan rumahnya. Setelah sempat mengambil gambar mereka, saya pamit pulang.

Sampai di dalam mobil, saya menoleh ke arah rumahnya, ternyata Ibu Suratmi masih berdiri di depan pintunya menunggu saya hingga saya pergi. Saya pun membuka kaca mobil yang melaju menjauhinya dan melambai ke arahnya. Ibu Suratmi membalas melambaikan tangannya kepada saya. Persis seperti yang saya dan almarhum eyang putri saya lakukan dahulu, kami saling melambaikan tangan sampai saling tak terlihat. Oh God, you just sent me love. (:

Menggagalkan Titipan pada Jokowi

Jokowi adalah sosok yang memikat bagi yang menginginkan perubahan, khususnya perubahan dalam pemerintahan. Rekam jejaknya bukan koruptor, latar belakangnya bukan militer, ia bukan bagian dari masa lalu buruk Indonesia. Mungkin ini lah salah satu alasan utama masyarakat memilihnya. Berharap masa lalu buruk tidak menduduki kursi jabatan lagi.

Paling Diharapkan Justru Paling Mengecewakan

Namun ternyata yang paling diharapkan justru yang paling mengecewakan. Harapan bahwa ia akan memberikan kursi-kursi jabatan kepada mereka yang berintegritas minim terjadi. Tudingan bahwa dirinya boneka justru seakan terbukti. Ia berulang kali memilih menteri, Kapolri, kepala-kepala lembaga negara, hingga anggota Watimpres yang diduga titipan. Masyarakat menuding "titipan" karena calon-calon pejabat tersebut dekat dengan para politikus Koalisi Indonesia Hebat.

Digagalkan KPK

Masyarakat boleh sedikit lega dengan adanya KPK sebagai penyelamat. Beberapa calon menteri yang diduga titipan gagal lolos menjadi menteri karena memiliki rapor merah dari KPK. Walaupun tidak sepenuhnya memuaskan, namun paling tidak jabatan menteri tidak diduduki oleh mereka yang memiliki masa lalu korupsi.

Terbaru calon Kapolri Budi Gunawan yang dipilih Jokowi dan bahkan sudah disetujui DPR, harus menunda pelantikannya karena tiba-tiba dijadikan tersangka rekening gendut oleh KPK. Budi Gunawan wajib menjalankan proses hukum terlebih dahulu untuk menentukan status hukumnya sebelum menjadi Kapolri. Jika ia diputuskan bersalah, maka Jokowi harus kembali mencari calon Kapolri yang baru. Lagi-lagi kursi jabatan terhindar dari terduga koruptor pilihan Jokowi.

3 Dugaan

Ada apa dengan Jokowi? Mengapa berulang kali ia memilih dan bahkan melantik para pejabat yang tidak berintegritas? Mengapa ia dengan terang-terangan mengecewakan harapan masyarakat, terutama para pemilihnya? Dugaan pertama: karena ia memang sebenarnya tidak memiliki integritas itu sendiri. Pemilihnya telah tertipu. Ia sebenarnya hanya politikus seperti pada umumnya yang akan membagikan jabatan kepada mereka yang akan menguntungkannya secara pribadi. 

Dugaan kedua: karena ia adalah boneka Megawati atau karena ia memiliki janji politik dengan partai koalisinya. Bagi-bagi jabatan seakan wajib sebagai bentuk terima kasih karena telah membantunya menjadi presiden.

Dugaan ketiga, dugaan harapan: karena ia sedang berstrategi. Mengambil kutipan dari Ahok di wawancaranya dalam majalah Tempo, Senin 25 Agustus 2014,

 

"Gaya Jokowi itu menerapkan teori membunuh kodok. Kodok yang dilemparkan ke air panas yang mendidih di kuali tidak akan mati karena kodok berdarah dingin, jadi langsung loncat. Tapi Jokowi melempar kodoknya ke air dingin, yang membuat kodok itu berenang dan diam. Setelah itu, kompor dipanaskan pelan-pelan. Sampai mati kodok itu tidak akan loncat karena tidak merasa dibunuh."

 

Banyak yang menduga Jokowi sedang ditekan untuk menuruti Megawati maupun koalisinya. Ia tidak bisa menolak titipan karena masih membutuhkan keduanya dalam menguatkan posisinya di DPR. Tapi sekali lagi, dugaan ketiga adalah harapan: Jokowi sedang membunuh kodok dengan perlahan. Bagaimana caranya tidak menolak mereka namun tetap menggagalkan calon mereka? Melalui KPK.

Tidak Semua Sukses

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana dengan beberapa titipan yang tetap mendapatkan jabatan? Kenapa lolos? Apakah mungkin karena beberapa titipan itu tidak memiliki rapor merah dari KPK? Walaupun para titipan tidak memiliki kapasitas dan integritas, namun karena tidak memiliki kasus korupsi, maka mereka tidak dapat digagalkan KPK. KPK hanya bisa menggagalkan mereka yang memiliki rapor merah dalam masalah korupsi. Sementara masalah nepotisme, KPK tidak dapat mengambil tindakan. Maka dari itu tidak semua usaha menggagalkan para titipan itu dapat berakhir sukses.

Ada KPK, Ada KASN

Jika dalam masalah korupsi Indonesia memiliki KPK, maka dalam masalah nepotisme Indonesia memiliki Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). KASN adalah komisi yang baru saja diresmikan Jokowi di awal pemerintahannya. Salah satu tujuan komisi ini adalah agar negara menghasilkan pegawai aparatur sipil negara yang profesional, memiliki nilai dasar, memiliki etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tujuan ini diharapkan tercapai dengan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar artinya tanpa membedakan latar belakang politik, ras, agama, jenis kelamin, asal-usul, umur, dll.

Secara lebih luas, melaksanakan sistem merit antara lain seperti adil dan kompetitif dalam seleksi dan promosi; memberikan reward and punishment berbasis kinerja; standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik; bahkan hingga melindungi PNS dari intervensi politik dan perbuatan semena-mena. Sehingga selain berusaha menseleksi maupun mengawasi kinerja para aparatur sipil negara agar selalu berujung pada kepentingan publik, KASN juga berusaha melindungi performa kerja para aparatur sipil negara dari intervensi politik.

Akan tetapi sungguh disayangkan, tidak seperti KPK yang tidak hanya berwewenang menyidik namun juga berwewenang menangkap koruptor, KASN tidak memiliki wewenang memberikan tindakan kepada pelanggar UU ASN yang pada akhirnya merusak sistem merit. Komisi ini hanya dapat menyelidiki dan jika ditemukan adanya pelanggaran UU ASN, KASN hanya dapat melaporkannya ke presiden. Setelah itu, keputusan ada di tangan presiden, apakah pelaku didiamkan, diberi teguran, atau diberi sanksi hinga pemecatan.

Bola Ada di Tangan Jokowi

Harapan masih ada. Paling tidak harapan bahwa Jokowi berniat untuk menggagalkan para titipan menduduki kursi jabatan. Jika KPK selama ini yang paling membantunya untuk menggagalkan para koruptor, maka KASN yang akan membantunya memberikan laporan-laporan nepotisme yang melanggar UU ASN agar kemudian ia tindak. UU ASN bisa menjadi alat strateginya untuk menggagalkan nepotisme.

Namun menolak titipan jabatan dengan alasan UU ASN mungkin tidak akan kuat. Kemungkinan Jokowi tetap akan ditekan untuk tidak menghiraukan laporan pelanggaran dari KASN. Satu-satunya yang dapat memperkuat Jokowi untuk menindak para pelaku nepotisme adalah masyarakat yang vokal mendukungnya.

Mari kita tunggu temuan-temuan KASN lalu dukung presiden untuk bersikap adil dalam menindak para pelanggar UU ASN dan tekan mereka yang berusaha menggagalkannya. Pada akhirnya, tak ada yang lebih kuat dari masyarakat bersama-sama menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Indonesia Kelewatan Menghina Agama

Kita dari sini, dari Indonesia, yang sejarah, nilai hidup, nilai bernegara, nilai bermasyakat berbeda dengan Perancis, turut menghakimi bagaimana seharusnya Perancis menghormati sebuah agama. Bagaimana seharusnya Perancis melarang kebebasan berekspresi "yang kelewatan" seperti majalah Charlie Hebdo, Paris. Saya sendiri tidak setuju jika majalah Charlie Hebdo dikatakan kelewatan berkreasi. Alasannya saya tulis disini.

Namun kata teman baik saya Frankiey Pandjaitan, "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak." Apa benar kita sebagai warga negara Indonesia yang katanya harus saling menghormati agama benar-benar menghormati semua agama?

Kumpulan foto judul artikel di atas menjawab bahwa Indonesia tidak menghormati agama, khususnya agama minoritas dan bahkan umat yang mayoritas membiarkannya terus terjadi seakan itu wajar.

VOA Islam, Arrahmah, Islam Pos, justru media-media penyebar fitnah terhadap agama lain di Indonesia. Penyebar fitnah, bukan sekedar lelucon kartun. Kalo ditimbang beratnya, jelas penyebaran fitnah itu kejahatan yang sangat berat. Seharusnya sebagai umat Islam kita lebih concern masalah ini.

Saya mengharapkan umat Islam dipandang sebagai umat yang sabar, walaupun dicaci-maki oleh umat lain. Tetapi juga umat yang pemberani dan maju terdepan melawan sesama umatnya yang mencaci-maki umat lain. Kalau tidak salah ini adalah sifat yang harus ditiru dari nabi tercinta kita, Muhammad SAW. 

PS: Sebagai umat Islam saya minta maaf kepada umat agama lain yang sering tidak dihormati umat Islam. But guys, you know the true moslem wont do this.

Related Post:

Terorrist Attack Aftermath, Should I Change My Religion? 

Perlukah Aku Marah Jika Islamku Dihina?

Perlukah Aku Marah Jika Islamku Dihina?

Perlu waktu cukup lama untuk saya menulis ini. Agak sulit untuk mengungkapkannya tanpa membuat orang Islam marah. Tapi saya coba. Toh saya orang Islam, jadi justru tanggung jawab saya untuk mendiskusikan masalah Islam dengan sesama Islam.

Menentukan Batasan

Batasan itu penting. Seperti batasan dalam kebebasan berpendapat maupun batasan minta dihormati. Kalo tidak ada batasan kebebasan berpendapat, bisa-bisa semua orang asal menghina orang lain menyebabkan perpecahan. Kalo tidak ada batasan minta dihormati, bisa-bisa semua orang dikit-dikit ngamuk terus, dikit-dikit minta dihormati.

Bagaimana batasan kebebasan berpendapat itu yang masih rancu di masyarakat. Apakah semua pendapat dan lelucon negatif harus dipermasalahkan? Maka saya rasa, hina menghina itu perlu dibedakan, menghina pribadi (personal attacking) atau menghina sesuatu yang bukan masalah pribadi. Jadi agar tidak dikit-dikit pendapat dan kreasi orang lain dijadikan masalah besar yang tidak perlu.

Personal Attacking atau Tidak?

Hidup dan pilihan hidup seseorang dijadikan hinaan itu salah besar. Ini personal attacking. Misal ada orang menghina saya karena saya Islam, "Kalo Dian Islam berarti Dian terorist." Tentu saja orang yang menghina saya sebagai pemeluk Islam harus ditegur. Bahkan harus dilaporkan polisi karena dia memicu perselisihan.

Contoh lain, misalnya ada orang yang menghina selera musik saya, "Ih sukanya Lady Gaga. Kamu berarti setan!" Atau menghina saya sebagai orang Jawa, "Orang Jawa? Berarti pemalas!" Atau menghina orientasi seksual saya, "Lu lesbi? Dosa lu!" Dan berbagai hinaan terhadap saya sebagai manusia dan pilihan-pilihan hidup saya. Semua hinaan itu baru pantas dipermasalahkan, karena menuju pada pribadi hidup seseorang, hak hidup seseorang. Sekali lagi, ini personal attacking. Apa salah saya jika saya suka musiknya Lady Gaga? Bukan berarti saya setan. Apa salah saya jika saya orang Jawa? Bukan berarti saya pemalas. Apa salah saya jika (misal) saya lesbian? Bukan berarti saya akan masuk neraka. Mereka tidak berhak menghakimi atau bahkan menghina saya.

Tetapi berbeda pada sesuatu yang bukan pribadi seseorang. Islam itu bukan seseorang, melainkan sebuah agama. Lagu pop itu bukan seseorang, melainkan sebuah genre musik. Pulau Jawa itu bukan seseorang, melainkan sebuah pulau. Lesbi itu bukan seseorang, melainkan orientasi seksual. Sementara pemeluk agama Islam itu seseorang. Penyuka lagu pop itu seseorang. Orang Jawa itu seseorang. Lesbian itu seseorang.

Hal-hal yang bukan tertuju pada seseorang adalah hal-hal yang bisa dijadikan diskusi umum. Semua orang berhak berpendapat bagus, buruk, menghina, asalkan tidak tertuju pada pribadi seseorang, tidak personal attacking siapapun. Semua orang memiliki hak atas pemikirannya dan memiliki hak untuk menyuarakannya, seburuk apapun itu. Sementara semua orang dilarang berpendapat atau menghina pribadi seseorang. Itu bukan haknya menghakimi kehidupan orang lain. Inilah bedanya.

Jadi apakah perlu kita mempermasalahkan seseorang menghina musik pop sebagai musik setan? Menghina Pulau Jawa sebagai pulau yang kotor? Menghina betapa lucunya jika lesbian bersetubuh? Hingga mempermasalahkan yang menghina Islam? Saya pikir tidak perlu. Hak mereka mengungkapkan pendapat jeleknya tentang musik pop, tentang Pulau Jawa, tentang persetubuhan lesbian, atau tentang Islam. Karena mau bagaimanapun itu pendapatnya tentang sesuatu, bukan tentang hidup seseorang.

Toh saya tetap cinta musik pop, saya tetap orang Jawa, dan Islam tetap di hati saya yang terdalam. Katakan apa saja pendapat mereka, itu hak mereka dalam berpendapat. Saking percaya dirinya aku, saking cintanya aku, hinaan mereka tidak mempengaruhi pilihanku.

Apa yang dilakukan majalah Charlie Hebdo Paris termasuk penghinaan pada sesuatu yang bukan ranah pribadi seseorang. Mereka tidak menghina kita sebagai pemeluk Islam tetapi mereka menghina Islam. Jadi jika menurut mereka Islam agama yang jelek, ya terserah mereka. Jika menurut mereka Muhammad menjijikkan, ya terserah mereka. Tetapi aku tetap Islam dan memandang Muhammad sebagai panutan hidupku.

Reaksi yang Tepat

Justru kurang tepat jika melarang seseorang yang berpendapat di ranah umum. Berarti kita memaksa sebuah diskusi umum dihentikan, sebuah ide dibungkam. Padahal itu hak semua orang untuk berdiskusi dan berkreasi jika masih di ranah umum. Walaupun pendapat dan kreasi orang lain sangat buruk dan tidak enak di dengar, kita tetap harus memberinya hak.

Juga berarti saya terlalu mementingkan pendapat negatif mereka pada Islam daripada mementingkan betapa kuatnya saya mencintai Islam dan Muhammad. Jika kita percaya agama kita adalah yang terbaik, maka hinaan mereka terhadap agama kita itu tidak penting. Karena toh saya tetap cinta Islam dan percaya diri memeluknya.

Jika kepercayaan kita sudah sampai di level ini, justru orang lain akan segan dan bertanya-tanya, "Kenapa dia begitu percaya dirinya dan tetap mencintai Islam walaupun Islam selalu kita hina dan jatuhkan?" Maka jawabannya: karena memang Islamku itu baik. Sekuat apapun mereka mau menjatuhkan dan menghina Islamku, Islamku tetap yang terbaik.

Related Post:

Terorrist Attack Aftermath, Should I Change My Religion?

Indonesia Kelewatan Menghina Islam

Terrorist Attack Aftermath, Should I Change My Religion?

                                                                      &nbs…

I don't think killing somebody for any reason can save Islam. Why should we worry trying to save something that is bigger and stronger than us? A rude comic about Muhammad wont change our love to him. I even 100% sure, it wont change how other religion respect Islam and Muhammad.

However, killing in the name of Islam can create hatred to us, as muslims. We are losing respect. Now I am scared the society feared us.

Should I change my religion so that people wont hate me? No I wont. I just need to tell the world that Islam is a kind religion. That is why I am a muslim. The terrorist are just a few muslims who read Quran without their heart and soul.

As a muslim, I am deeply sorry for what happened to the cartoonists and the policemen in Charlie Hebdo, Paris. They are heroes for freedom of speech. I wish their soul rest in peace.

Mengenali Subsidi BBM

Isu penurunan subsidi BBM sudah kita dengar sejak 2005. Saat itu saya masih SMA kelas 2 dan mendapatkan topik ini untuk perlombaan debat Bahasa Inggris se-Jawa Tengah. Team saya mendapatkan bagian yang tidak setuju dengan penurunan subsidi BBM. Walaupun saat itu saya setuju dengan penurunan subsidi BBM, namun dalam perlombaan debat Bahasa Inggris, kita tidak bisa memilih di sisi mana kita ingin berpendapat. Mau tidak mau saya dan team harus berargumentasi seakan kami tidak setuju dengan penurunan subsidi BBM. Akan tetapi argumentasi yang kami berikan sangat mudah untuk dibuat. Seperti penurunan subsidi BBM akan meningkatkan harga barang dan membebani masyarakat miskin. Argumentasi yang hanya mengandalkan rasa iba kepada masyarakat miskin. Kami pun menjadi juara pertama dalam debat tersebut. 

Menjual rasa iba memang dapat dengan mudah memenangkan argumentasi. Padahal jika kita menyisihkan sedikit waktu untuk membaca dan mempelajarinya, kita tidak akan dengan mudah terpengaruh. Kita justru akan berfikir 10 kali untuk setuju dengan subsidi BBM agar melindungi masyarakat miskin.

Subsidi

Pada dasarnya subsidi adalah usaha pemerintah untuk menyeimbangkan perekonomian negara agar selalu kokoh. Jika perekonomian dalam sebuah negara dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa peran pemerintah, dikhawatirkan akan ada banyak ketimpangan sosial yang menyebabkan perekonomian negara menjadi rentan. Si kaya semakin kaya tanpa membantu si miskin, dan si miskin semakin miskin tanpa mendapatkan bantuan dari si kaya. Jika si miskin dibiarkan tertinggal tanpa dibantu si kaya, perekonomian negara menjadi rentan terjadi krisis yang bahkan si kaya pun akan turut merasakannya. Maka peran pemerintah dalam situasi ini adalah membantu si miskin agar tidak tertinggal dari si kaya. Salah satunya dengan...

Read More

Ayo Turun Tangan Lagi

Apa yang terjadi di pilpres kali ini sungguh di luar tradisi. 9 Juli dinanti tetapi kita harus menunggu 22 Juli untuk mendapatkan hasil resmi. Padahal biasanya, di hari mencoblos, di hari itu pula kita mengetahui siapa pemenangnya lewat quick count. 

Namun karena calon yang kalah tidak mau mengakui kekalahannya, kita harus mengalah dan menunggu pengumuman resmi dari KPU. Hal ini tidak begitu saja membuat kita bersantai dan sepenuhnya percaya hasil resmi KPU nanti. Kita justru takut adanya kemungkinan suara kita dimanipulasi di real count nanti. Akhirnnya kita, khususnya anak muda, turun tangan lagi.

Read More

Saya Mohon Jangan Netral atau Golput

Saya banyak mendengar bagaimana perasaan saudara-saudara yang masih ragu untuk memilih salah satu capres, atau bahkan ragu untuk memakai hak suaranya di 9 Juli nanti. Terlalu banyaknya konflik membuat saudara-saudara tentu saja merasa sangat muak, semua capres, semua timses, semua relawan sama saja. Semua ngotot, semua marah-marah, semua menjelek-jelekkan capres lawan. Lalu apakah lebih baik netral?

Read More

Anda Termasuk Ingin Dipimpin Oleh yang Mana?

Banyaknya calon pemilih presiden yang masih ragu memilih biasanya karena tidak tahu betul, kita termasuk ingin dipimpin oleh pemimpin yang mana? Untuk saudara-saudara yang masih ragu, tulisan berikut mencoba membantu kita menjawab pertanyaan tersebut. Namun blog post kali ini spesial karena diisi oleh penulis tamu yaitu ibu saya, Noor Rahmani, dosen di Psikologi UGM.

***

Rakyat Indonesia berada pada masa peralihan.

Sebagian orang Indonesia masih menginginkan pemimpin seperti raja, kuat, berani melawan musuh, jagoan di medan perang, melindungi rakyat dari serangan musuh, bagi-bagi rejeki dan hadiah pada rakyat yang baik, hingga menghukum yang jelek. Dialah yang paling tahu kebutuhan rakyat. Rakyat cukup patuh saja.

Pada akhir pemerintahannya, situasi kacau karena tidak ada lagi figur yang kuat untuk menentukan siapa yang salah, siapa yang benar. Tidak ada lagi yang bagi-bagi hadiah dan tidak ada yang tegas menghukum yang salah. Situasi chaos terjadi power struggle.

Sebagian orang Indonesia telah menyadari pentingnya kepemimpinan modern. Pemimpin yang mampu menciptakan sistem pemerintahan yang mengatur seluruh aspek kehidupan bernegara, sistem yang menegakkan keadilan, menggugah kreativitas, dan motivasi berprestasi rakyatnya. Ia kemudian mengawal berjalannya sistem itu dan mengawasinya.

Pemimpin ini duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan rakyat, bisa dikritik, bisa menerima masukan, bahkan ingin menerima masukan dari rakyat. Negara yang dipimpinnya menjadi negara yang maju, modern, dihormati bangsa-bangsa lain. Pada akhir kepemimpinannya, ia mewariskan sistem yang tinggal dikawal oleh pengganti dan seluruh rakyatnya. Agar sistem bisa terus berjalan, termasuk mekanisme bagi perbaikan sistem oleh rakyat.

Semua negara maju dipimpin oleh model yang ke-2. Pemimpin model raja seperti yang pertama adalah sejarah masa lalu. Anda termasuk ingin dipimpin oleh yang mana?

Surat Terbuka untuk Tasniem Fauzia

Yang Terhormat Mbak Tasniem Fauzia,

yang dulu sangat saya kagumi sebagai kakak kelas di SMP 5 Yogyakarta.

Mungkin Mbak lupa siapa saya. Panggilan saya Mimit. Saat saya kelas 1 dan Mbak Tasniem kelas 3, kita mendapat kursi bersebelahan untuk mengikuti ulangan umum. Saya ingat betul, Mbak selalu meminjam pensil saya, lalu pulpen saya, lalu penghapus saya, kemudian Mbak berbisik, "sorry ya Dek, aku kere..." Saya tertawa senang mendengarnya. Karena saat itu Mbak Tasniem adalah anak dari Ketua MPR, Amien Rais.

Kita sering mengobrol saat ujian. Dari situ Mbak tau saya fans berat grup musik The Moffatts. Kita bercerita mengenai pengalaman kita nonton konser The Moffatts. Saya nonton yang di Jakarta, Mbak yang di Bandung. Beberapa hari kemudian, Mbak jauh-jauh jalan dari kelas Mbak untuk mendatangi kelas saya, lalu memberikan foto-foto The Moffatts yang Mbak jepret di Bandung. Saya senang sekali. Sampai sekarang foto itu saya simpan.

Setelah Mbak sudah SMA dan saya masih SMP, saya sempat bertemu dengan Mbak di sebuah toko buku. Saat itu Mbak memakai celana baggy hijau dan kaos band berwarna hitam. Mbak terlihat tomboy dan sederhana. Dengan senyum Mbak membalas sapaan saya. Saya yakin, di toko buku itu tak ada yang tau bahwa Mbak Tasniem adalah anak seorang Ketua MPR.

Berulang kali saya ceritakan tentang sosok Mbak Tasniem yang saya kenal dan kagumi. Saya ceritakan ke ibu saya, ke teman-teman saya, ke siapapun jika sedang membicarakan anak pejabat. Karena Mbak berbeda dengan anak pejabat lainnya, saya bangga pernah mengenal Mbak Tasniem.  

Namun maaf Mbak, kekaguman saya buyar setelah membaca surat terbuka Mbak untuk Jokowi, 26 Juni 2014 lalu. Karena surat itu tidak seperti surat dari Mbak Tasniem yang saya kenal humble, sederhana, dan jujur. Jika saya berpikiran dangkal, tentu saja saya akan berfikir Mbak menulis itu karena Mbak adalah anak dari Amien Rais, pendukung Prabowo. Namun saya menahan diri untuk tidak berfikir seperti itu dulu.

Read More