People

Reformasi Birokrasi di Tangan Menteri Yuddy

I’m excited when I saw this cover of Tempo magazine. Akhirnya mereka membahas Menteri Yuddy Chrisnandi! Seperti biasa, majalah Tempo selalu membuat cover yang menampar. Kali ini menggambarkan Yuddy, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, jualan kursi seperti di bioskop. 

Saya excited melihat Tempo edisi ini karena dalam beberapa bulan ini saya telah banyak membahas masalah reformasi birokrasi. Masalah reformasi birokrasi adalah tugas Yuddy. Namun apakah ia benar menjalankannya? Saya rasa masih jauh dari benar. Ternyata Tempo juga memandang demikian. Dengan segala informasi yang Tempo dapatkan, ada kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan Yuddy.

Read More

Apakah Tepat Jika Politisi Seperti Indra J. Piliang Menjadi Anggota Panitia Seleksi?

Apakah Anda bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN)? Ada hal yang membuat saya heran dan khawatir.

Saat ini diadakan seleksi terbuka Kepala BKN. Untuk memilih kepala yang kompeten & berintegritas, maka dibentuk panitia seleksi. Tidak hanya itu, panitia seleksi juga bertugas untuk menyaring calon pimpinan aparatur sipil negara yang netral. Sehingga anggota panitia seleksi diharapkan bersih dari kepentingan politik.

Lalu bagaimana pendapat Anda jika ada politisi seperti Indra J. Piliang masuk dalam panitia seleksi Kepala BKN? Saat ini Indra J. Piliang adalah politisi dari Partai Golkar. Apakah ia dapat menjamin penilaiannya sebagai anggota pansel Kepala BKN dapat netral?

Apakah obyektifitas dapat terjaga & konflik kepentingan bisa dihindari jika seleksi Kepala BKN saja diseleksi oleh orang dari partai politik? Jika seleksi Kepala BKN diganggu konflik kepentingan, maka dikhawatirkan menganggu netralitas aparatur. Pada akhirnya mengganggu layanan publik.

Saya mengkhawatirkan hal ini karena Kepala BKN adalah jabatan yang strategis karena HRD-nya 4,7 juta PNS, dengan misi antara lain: 

  1. Mengembangkan Sistem Manajemen SDM PNS
  2. Merumuskan kebijakan pembinaan PNS dan menyusun peraturan perundang-undangan kepegawaian
  3. Menyelenggarakan pelayanan prima bidang kepegawaian
  4. Mengembangkan sistem informasi manajemen kepegawaian
  5. Menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian kepegawaian.

Selain itu, posisi Kepala BKN yang strategis sangat rawan menjadi lahan berpolitik. Maka dari itu seharusnya Kepala BKN diseleksi dengan obyektif dan netral bebas dari kepentingan politik.

Menpan adalah ujung tombak reformasi birokrasi, maka seharusnya menjadi contoh dalam pelaksanaan seleksi terbuka. Jangan sampai komposisi pansel yang seperti ini menjadi preseden buruk dan dicontoh oleh kementerian/lembaga maupun pemda. Reformasi birokrasi baru dimulai, seharusnya dimulai dengan tepat.

Artikel Terkait:

Kawal Netralitas Birokrasi dari Politisasi

Belajar Berdamai dari Korban Ketidakadilan

Seminggu yang lalu, saya datang mengikuti sebuah pertemuan ibu-ibu korban pelanggaran HAM berat pada tahun 1965. Saat mereka masih remaja, mereka ditangkap, dipenjara, dan disiksa bersama banyak korban lainnya karena dituduh sebagai komunis.

Munculnya rezim Orde Baru menciptakan kekerasan. Membunuh lima ratus ribu hingga satu juta manusia di seluruh Indonesia. Satu juta korban lainnya ditangkap dan dipenjara hingga lebih dari satu dekade, tanpa pengadilan.

Saya menemui (dari kiri ke kanan), Ibu Sri Muhayati, Ibu Suratmi, Ibu Sumilah, Ibu Endang, dan Ibu Mamik. Mereka ditangkap dan dipenjara rata-rata 8-14 tahun saat usia mereka hanya 14-24 tahun.

Saya pikir, sangat sulit bagi mereka untuk menghadapi masa lalu yang sedemikian kejamnya, apalagi untuk membagikan kisah pahit itu. Tapi saat saya menanyakannya, saya melihat tidak ada amarah dari mata mereka. Saya tidak tahu bagaimana bisa mereka berdamai dengan dirinya sendiri menghadapi kenyataan itu. Mungkin sederhana saja, karena mereka adalah jiwa-jiwa yang hebat.

Dalam kesempatan ini, saya membagikan beberapa cerita pendek mengenai tiga dari mereka, yaitu Ibu Sumilah, Ibu Suratmi dan Ibu Sri Muhayati. Cerita-cerita yang lain akan menyusul.

Ibu Sumilah

Dalam pertemuan siang itu, seorang korban lain berbisik kepada saya, "Ibu Sumilah itu tokoh lho itu. Anda bertemu tokoh." Iya ia seorang tokoh. Cerita tentangnya sudah lama saya dengar. Akhirnya saya bertemu langsung.

Tokoh karena ia ditangkap, disiksa, dan dipenjara selama 8 tahun saat masih berusia 14 tahun. Ia dituduh komunis karena menari di pertemuan Gerwani, gerakan yang juga dituduh gerakan komunis. Padahal saat itu ia hanya seorang anak kecil berusia 14 tahun, tidak lulus SD karena tidak mampu membayar sekolah, dan suka menari. 

Selama 8 tahun itu ia disiksa dan dipaksa mengakui bahwa ia seorang komunis. Jangankan komunis, saat itu arti kata "merdeka" saja ia tidak tau.

Ibu Suratmi

Ia ditangkap lalu dipenjara selama 14 tahun karena menjadi anggota Gerwani. Selama 14 tahun itu pula ia harus meninggalkan anaknya yang masih SD kelas 4. Saat ia dibebaskan, anaknya sudah berkeluarga dan bahkan sudah memiliki anak.

Setelah bercerita panjang lebar tentang pengalaman pahitnya itu, saya berkomentar,

"Hebat sekali Ibu masih keliatan sehat dan bahagia walau punya pengalaman seperti itu."

Ia terhenyak lalu tersenyum,

"Ah semua itu akhirnya bahagia. Semua itu akhirnya ada hikmahnya."

"Apa hikmahnya, Bu?"

"Saya jadi punya banyak teman."

Ibu Sri Muhayati

4.jpg

Sejak pagi hingga sore saya duduk di sebelah Ibu Muhayati. Ia mengajak saya untuk duduk di kursi sebelahnya daripada duduk sendirian di lantai. Hari itu ia banyak berbagi cerita dan berbagi pengalamannya kepada saya.

Tahun 1965 Ia masih berusia 24 tahun dan sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Umum UGM. Namun ia ditangkap karena aktif mengikuti gerakan mahasiswa yang dituduh pro komunis. Karena dituduh komunis, ia di-DO dari KU UGM. Kemudian ia ditangkap bersama ibunya dan meninggalkan 3 adiknya yang masih SD dan SMP. Mereka dipenjara selama 5 tahun. Sedangkan ayahnya pun dituduh komunis dengan berbagai alasan yang akhirnya dibunuh dan dikubur entah dimana. 

Saat saya tanya apa momen tersedih saat di penjara, ia mengaku saat memikirkan adik-adiknya. Kadang ia tidur menutupi mukanya dengan selimut agar ibunya tidak tau ia menangis memikirkan adik-adiknya.

Tetapi ia bukan perempuan yang lemah. Ia justru perempuan yang pemberani, pemberontak. Seperti keberaniannya yang selalu menyikut petugas penjara yang berusaha memegangnya. Ia pun mengaku selalu membalas ucapan para petugas yang berusaha menekannya.

Seperti saat salah satu petugas mengatakan ia ditangkap dengan alasan tidak menjalankan Pancasila karena diduga atheis, ia pun balas menjawab,

"Tidak ada yang tau iman seseorang. Jangan-jangan saya lebih beriman daripada Anda? Mana saya tau Anda beriman?"

Lalu sambil menunjuk petugas yang sedang menyiksa napi yang sudah tua, ia lanjut berteriak,

"Dan jangan kira Pancasila hanya sila 1! Anda tau tidak bunyi sila 2? Kemanusiaan yang adil dan beradab. Itu kemanusian tidak? Itu beradab tidak? Yang tidak menjalankan Pancasila itu siapa?"

Ia mengaku para petugas menjadi sangat sopan dan baik dengannya. Bahkan selalu menanyakan keadaannya dan memberi makanan kepadanya.

Saat saya tanya apa momen yang tak terlupakan saat di dalam penjara, sambil meringis jahil ia bercerita,

"Hampir setiap sore para petugas itu memaki-maki kami yang dipenjara. Kasar sekali seperti 'lonte!', 'kalian pelacur!', atau 'bajingan!' Saya tidak tahan mendengarnya. Jadi setiap mereka mulai meneriaki kami, saya nyanyi saja lagu Darah Rakyat kencang-kencang agar tidak mendengar suara mereka.

Lagunya seperti ini, 'Darah rakyat masih berjalan. Menderita sakit dan miskin. Padanya datang pembalasan. Rakyat yang menjadi hakim. Ayuh! ayuh! Bergerak! Sekarang! Merah Putih panji-panji kita. Merah warna darah rakyat!'

Eh kok ternyata para tahanan laki-laki mendengar saya menyanyi! Jadi mereka pun mulai ikut menyanyi bareng saya! Kita semua jadi menyanyi Darah Rakyat bersama-sama! Hahaha!"

Seperti Eyang Putri

Selesai pertemuan, saya menelpon ibu saya minta dijemput di rumah Ibu Mamik, tempat dimana pertemuan itu berlangsung. Saat saya sedang menelpon ibu saya, Ibu Suratmi berbisik, "minta dijemput di rumah saya saja. Main ke rumah saya ya? Dekat kok." Saya pun mengangguk dan mengarahkan ibu saya untuk menjemput saya di rumah Ibu Suratmi.

Kami berdua berjalan bersama ke rumahnya. Memang betul, tidak terlalu jauh dari rumah Ibu Mamik, kami berdua sudah sampai di rumahnya. Rumahnya sangat asri. Saya pun dipersilahkan masuk ke ruang keluarganya dan diperkenalkan kepada suaminya yang juga seorang korban pelanggaran HAM tahun 1965.

Kami mengobrol panjang, sampai akhirnya ibu saya sudah sampai di depan rumahnya. Setelah sempat mengambil gambar mereka, saya pamit pulang.

Sampai di dalam mobil, saya menoleh ke arah rumahnya, ternyata Ibu Suratmi masih berdiri di depan pintunya menunggu saya hingga saya pergi. Saya pun membuka kaca mobil yang melaju menjauhinya dan melambai ke arahnya. Ibu Suratmi membalas melambaikan tangannya kepada saya. Persis seperti yang saya dan almarhum eyang putri saya lakukan dahulu, kami saling melambaikan tangan sampai saling tak terlihat. Oh God, you just sent me love. (:

Ayah Bimo Petrus: Saya Bangga Punya Anak Seperti Bimo

Ayah Bimo Petrus: Saya Bangga Punya Anak Seperti Bimo

Setelah menulis artikel Rangkaian Penculikan dan Keterlibatan Prabowo, saya menjadi ingin bertemu dan ngobrol dengan keluarga korban penculikan yang masih belum kembali. Salah satunya saya berencana menemui keluarga Petrus Bimo Anugrah di Malang.

Namun Kamis 26 Juni 2014 lalu, tidak saya duga, saya bisa bertemu ayah Bimo, Pak Oetomo Raharjo di Jakarta. Ia ke Jakarta untuk menghadiri Aksi Kamisan yang ke-357. Dalam aksi tersebut, Pak Tomo diberikan waktu untuk berorasi di depan istana negara. Sambil menunjuk ke istana, Pak Tomo berteriak,

Read More

Rangkaian Penculikan dan Keterlibatan Prabowo

Rangkaian Penculikan dan Keterlibatan Prabowo

Selama ini, ada 3 poin perdebatan dalam masyarakat mengenai Prabowo Subianto dalam kasus penculikan 1997-1998:

  • Aparat Prabowo menangkap atau menculik?

  • Apakah Prabowo terlibat?

  • Apakah Prabowo sudah mengundurkan diri, diadili, dan dinyatakan tidak bersalah?

Fadli Zon dan Adian Napitupulu pernah berdebat mengenai istilah “penangkapan” atau “penculikan” terhadap aktivis. Menurut Fadli, pada saat itu aparat melakukan penangkapan. Sedangkan menurut Adian, penangkapan tanpa surat penangkapan adalah penculikan. Mereka juga memperdebatkan keterlibatan dan status Prabowo atas kasus penculikan 1998.

Di tengah masyarakat, perdebatan ini juga tak kunjung selesai karena terlalu banyak informasi yang membuat masyarakat tidak dapat menilai dengan jelas. Tulisan ini mencoba menggabungkan berbagai temuan dari Ringkasan Eksekutif Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Komnas HAM, kesaksian keluarga korban, surat kabar, majalah, dan rekaman video. Temuan dibuat menjadi timeline agar runtutan kejadian lebih mudah dipahami dan dinilai untuk kemudian dapat menjawab 3 pertanyaan besar kita.

Read More

Isu Konspirasi AS-China-Jokowi dari @TrioMacan2000

10 Mei 2014 lalu saya bertemu dan makan siang bersama @TrioMacan2000. Dalam kesempatan itu ia menjelaskan kepada saya mengenai latar belakang politik Jokowi sejak 2007 dengan membuatkan bagan di papan tulis. Berikut bagan yang dituliskan oleh @TrioMacan2000 yang diijinkan untuk saya foto.

Kepada saya, @TrioMacan2000 menceritakan bagaimana Jokowi sudah direncanakan untuk menjadi presiden sejak 2007. Tidak tanggung-tanggung, perencanaan Jokowi menjadi presiden ini adalah hasil konspirasi antara James Riady yang memiliki kedekatan dengan militer China dan petinggi AS. Bahkan rencana ini juga merupakan konspirasi dengan Stanley Greenberg. Dimana Stan juga disebut @TrioMacan2000 pernah bekerja sama dengan James di Arkanas sebagai otak kemenangan Clinton sebagai presiden AS. Menurut @TrioMacan2000, kedekatan Jokowi dengan berbagai pihak asing ini bahaya karena pada akhirnya bisa "menjual" bangsa kita.

Read More

Empat Mata dengan Gita Wirjawan

image (1)

Sejak reformasi 1998, rakyat Indonesia mulai mendapatkan kebebasan memilih dan berpendapat dalam berpolitik. Tahun 2004, 6 tahun setelah reformasi, rakyat akhirnya bisa memilih presidennya secara langsung.

Saya tak mau Indonesia kembali seperti sebelum reformasi 1998. Kembali di jaman dimana kebebasan berpendapat itu sesuatu yang mengerikan dan bahkan tidak mungkin. Saya ingat betul bagaimana reaksi ibu saya saat pemilu tahun 1997. Saat itu saya berumur 9 tahun. Ibu saya keluar dari bilik tempat menyoblos dan ada yang bertanya ibu saya memilih apa. Sambil sedikit terkekeh, ibu berkata, "ya milih apalagi kalo bukan yang itu." Saya bingung dan bertanya kepadanya kenapa harus memilih yang itu? Kata ibu, tidak ada gunanya milih partai lain karena yang menang pasti yang itu juga. Ibu juga mengaku diwanti-wanti oleh seseorang agar memilih partai itu. Ini membuat ibu takut karena sedang sekolah di luar negeri. Saya heran. Ibuku perempuan paling pemberani di dunia ini, kok bisa takut?

Jaman sekarang hal ini sudah tidak ada lagi. Justru kadang tidak disadari masyarakat sebagai suatu kemewahan. Bahwa kita dapat memilih tanpa rasa takut, tanpa pesimis. Tak banyak orang di dunia merasakan kemewahan ini. Karena saya tak mau Indonesia kembali seperti sebelum 1998, maka saya --dan tentu saja seluruh rakyat Indonesia- harus betul-betul mencari informasi, siapa pemimpin yang paling tepat untuk Indonesia? Siapa pemimpin yang tidak akan menyeret kita kembali ke jaman yang mengerikan itu?

Berbagai kesempatan mencari informasi seperti; membaca berita dan sejarah, ngobrol dengan keluarga dan teman, dan lain-lain sering saya lakukan. Namun saya ingin lebih. Lalu sebuah ide muncul di November 2013 lalu. Saya ingin mewawancarai capres dan menulis hasil wawancara saya di blog. Gratis tanpa fee buzzing. Saya melihat Gita Wirjawan yang paling memungkinkan karena beliau dekat dengan beberapa teman saya. Maka saya berkali-kali meminta kesempatan untuk menemui Gita empat mata saja. Akhirnya, awal April lalu kesempatan itu datang. Saya diberi kesempatan bertemu empat mata dengan Gita Wirjawan dan bertanya mengenai apapun. I’m very excited!

Kami sepakat bertemu tanggal 11 April 2014 di suatu tempat di Senayan. Setelah sampai di tempat dan menunggu beberapa menit, akhirnya saya dipersilahkan masuk ke ruangannya. Saat itu beliau mengenakan kemeja batik merah, sport jacket, dan sepatu keds. Kami berjabat tangan dan beliau mempersilahkan saya duduk. Awalnya beliau bingung saya ini siapa. Lalu saya jelaskan saya adalah blogger lulusan ekonomi UGM yang concern pada HAM dan kesejahteraan hewan. Saya pernah menulis tentang beliau dan juga mentions beliau di Twitter mengenai kesejahteraan hewan. Baru setelah itu beliau ingat dan mulai mempersilahkan saya untuk bertanya. Karena waktu yang diberikan sekitar 45 menit, maka saya putuskan untuk bertanya 3 pertanyaan saja.

***

Pertanyaan pertama adalah sesuatu yang sangat penting untuk menilai seorang pemimpin. Di Indonesia, ada dua pandangan terhadap reformasi. Pandangan bahwa reformasi sebagai kemajuan Indonesia atau pandangan bahwa reformasi sebagai kemunduran Indonesia. Bagaimana seseorang memandang reformasi bisa menunjukkan bagaimana orang tersebut menghargai demokrasi. Saya ingin mengetahui bagaimana Gita menghargai demokrasi. Maka dari itu, pertanyaan pertama saya adalah, "Bagaimana Bapak memandang reformasi? Sebuah kemunduran atau kemajuan?"

“Tentu saja kemunduran,” jawab Gita dengan mantab. Saya sedikit bingung dan meminta beliau menjelaskan mengapa menurut beliau reformasi adalah sebuah kemunduran. Beliau menjawab, “Maksudnya dalam segi apa? HAM kan? Kalo dari segi HAM tentu itu suatu kemunduran.” Maka saya jawab, “Ya tentu saja. Selain itu, setelah reformasi apakah menurut Bapak, Indonesia menjadi lebih maju atau justru mengalami kemunduran?

Menurut Gita, Indonesia menjadi lebih maju setelah reformasi. Indonesia menjadi negara demokrasi. Walaupun kata beliau, masyarakat Indonesia masih kurang rasional dalam memilih, tepatnya masih memakai emosi saat memilih. “Namun dari hasil pileg kemarin, masyarakat Indonesia sudah cukup rasional,” tambahnya.

“Lalu bagaimana caranya agar masyarakat menjadi masyarakat yang rasional dalam memilih? Apakah dengan pendidikan?” tanya saya. Beliau menggelengkan kepala. Beliau jelaskan, selain pendidikan, media berperan penting dalam menciptakan masyarakat yang rasional dan cerdas dalam berpolitik atau memilih pemimpin. Beliau memberi contoh pada banyaknya tayangan sinetron, infotainment, dan lain-lain telah menguasai masyarakat dan membuat masyarakat kurang bijak dan rasional dalam berpolitik. Tayangan semacam ini lebih sering muncul di televisi karena dikuasai oleh brand. Brand-brand mengusai tayangan televisi dengan hanya memasang iklan di tayangan yang laku ditonton oleh masyarakat Indonesia. Padahal sinetron itulah yang laku di Indonesia.

Atas penjelasan tersebut, saya bertanya, “Bagaimana caranya menghentikan tayangan semacam itu menguasai televisi Indonesia?” Beliau mengatakan bahwa seharusnya ada peraturan porsi penayangan di televisi Indonesia untuk membatasi agar brand tidak menguasai pada tayangan-tayangan tertentu saja.

Beliau menambahkan, ia mempercayai kinerja strong center dalam kepemimpinan Indonesia. Beliau menjelaskan, strong center adalah bagaimana pemerintah pusat dengan tegas mengendalikan kebijakan fiskalnya (kebijakan fiskal adalah usaha pemerintah dalam mengendalikan pendapatan dari pajak dan juga mengendalikan pengeluaran negara). Jika presiden Indonesia mampu mengendalikan kebijakan fiskalnya dengan kuat, maka ia mampu mengendalikan seluruh Indonesia. Sebagai contoh, presiden memberikan dana kepada pemimpin suatu daerah untuk membangun jembatan. Jika dana tersebut tidak digunakan dengan tepat oleh yang bersangkutan sesuai yang direncanakan, maka dana akan ditarik, tidak akan diberi dana lagi, dan malah yang bersangkutan akan dilaporkan ke KPK. “Harus ada yang namanya reward and punishment,” tambah Gita. Kemudian beliau justru bertanya, "Nah siapa pemimpin yang berani seperti itu?"

Kemudian saya melanjutkan pada pertanyaan kedua, tentang Aksi Kamisan. Saya bertanya apakah beliau mengetahui tentang Aksi Kamisan. Sayangnya beliau belum pernah mendengarnya. Lalu saya ceritakan apa itu Aksi Kamisan dan siapa yang memulainya (bagi pembaca yang belum mengetahui aksi ini, saya pernah menulisnya di sini). Saya ceritakan kepada beliau bahwa Aksi Kamisan dimulai sejak 2007, dengan ratusan surat untuk SBY, tapi hingga sekarang belum juga ditanggapi.

Mendengar cerita tersebut, beliau hanya terdiam dengan memberikan ekspresi sedih. Kemudian saya bertanya, "Jika Bapak jadi presiden, apa yang bisa Bapak lakukan?" Beliau menjawab bahwa minimal ia akan menemui mereka dan dari pertemuan itu akan dilanjutkan dengan rencana apa yang bisa dilakukan pemerintah. Saya penasaran dan bertanya, “Menurut Bapak, kenapa pemimpin sekarang dan sebelumnya tidak mampu menyelesaikan masalah ini?” Beliau katakan bahwa kita tidak perlu memandang masa lalu. Cukup memandang bagaimana ke depannya.

Karena waktu yang sangat mepet, saya harus dengan cepat melanjutkan ke pertanyaan terakhir saya, yaitu mengenai kesejahteraan hewan di Indonesia. Saya tanyai beliau apakah benar beliau baru saja membeli kucing. Beliau membenarkannya dan justru menambahkan bahwa beliau juga memiliki kelinci. Saya tanyakan sekali lagi, apakah beliau memiliki binatang peliharaan dengan cara membeli? Dan beliau mengiyakan. Dengan kecewa saya katakan kepada beliau bahwa seharusnya beliau tidak membeli karena jumlah kucing dan anjing di Indonesia ini sudah over populasi. Beliau pun kaget dan meminta data populasi kucing. Saya janjikan untuk memberikannya di lain waktu. Maka saya sarankan kepada beliau agar beliau mengadopsi, bukan membeli dari breeder. Saya juga katakan kepada beliau, saya mengharapkan masyarakat bisa diajak untuk lebih memilih mengadopsi, bukan membeli hewan peliharaan.

Lalu Pak Gita menjawab bahwa permasalahan ini juga bisa diselesaikan dengan strong center tadi. Pemimpin dengan kebijakan fiskalnya bisa memberikan dana ke pemerintah kota, meminta pemerintah kota menangkap dan mengurusi kucing liar di kotanya. “Misal jika masih saja ada kucing liar di Senayan, maka dana untuk pemerintah yang bersangkutan diambil, diberi punishment,” tegasnya.

Lalu saya menanyakan pendapatnya mengenai wacana adanya badan baru untuk melindungi kesejahteraan hewan. Badan ini yang akan melindungi hewan dari penyiksaan atau penyalahgunaan hewan. Beliau tidak setuju. Beliau mengatakan kebanyakan orang disini selalu menyelesaikan masalah dengan badan baru. Padahal menurutnya tidak perlu. Sekali lagi menurutnya dengan adanya strong center, jika ada pemerintah yang tidak melakukan tugasnya, maka diberi punishment. Baginya, begitu saja sudah cukup. Saya pun bingung. Saya tanyakan kepada beliau, “bagaimana jika ada kucing yang disiksa? Kemana masyarakat dapat melaporkan?” Beliau menjawab, seharusnya dilaporkan ke pemerintah kota. Jika mereka tidak menjalankan tugasnya, sekali lagi akan diberi punishment.

Sayang sekali kemudian beliau diingatkan ajudannya untuk sholat Jumat. Obrolan kita berakhir sampai disitu saja. Setelah berfoto bersama dan berjabat tangan, kami pun berpisah. Saya merasa waktu yang diberikan cukup lama dan cukup banyak yang kita obrolkan. Namun banyak pernyataan beliau yang harus saya hormati untuk tidak ditulis disini.

***

Jika menilik kembali jawaban-jawabannya, Gita telah menggambarkan bagaimana ia akan memimpin Indonesia. Beliau berusaha menunjukkan jika menjadi pemimpin ia akan mengendalikan seluruh pemerintahan dengan strong center atau reward and punishment. Seluruh masalah Indonesia dari tayangan media yang tidak mendidik hingga korupsi akan beliau selesaikan dengan sistem strong center. Karena menurutnya, seluruh permasalahan Indonesia dapat terselesaikan jika pemerintah pusatnya, khususnya presidennya, bisa tegas dalam mengendalikan fiskal. Atau dengan kata lain, seluruh permasalahan Indonesia dapat terselesaikan jika presiden bisa tegas mengendalikan pemerintah yang tidak menjalankan tugasnya dengan memberikan punishment. Punishment bisa berupa penghentian dana atau pelaporan penyelewengan ke KPK. Sistem strong center ini menurut saya tepat untuk memimpin pemerintahan Indonesia yang selama ini kacau balau atau bahkan banyak penyelewengan. Menurut saya sistem ini akan mendisiplinkan pemerintah dan juga memberikan efek jera. Namun hal ini hanya tercapai jika sistem ini dipimpin oleh presiden yang benar-benar bersih dan berintegritas. Jika tidak, maka justru sistem ini akan menguntungkan presiden yang korup dan diktator.

Jawaban Gita pada pertanyaan terakhir seputar kesejahteraan hewan tidak memuaskan saya. Saya kurang setuju dengan hanya mengandalkan pemerintah kota dan mengandalkan strong center dari pusat. Kesejahteraan hewan tidak hanya seputar pemerintah mengurusi hewan, namun juga perilaku masyarakat terhadap hewan. Adanya strong center tidak akan membantu melindungi hewan yang disiksa oleh pemiliknya, oleh rumah jagal, atau oleh masyarakat yang memburu binatang yang dilindungi. Contohnya kasus kucing yang ditembaki oleh tersangka Dadang. Sistem strong center tak dapat banyak membantu masalah ini. Masyarakat yang peduli tetap kesulitan mencari cara untuk menghentikan dan menghukum tindakan keji Dadang. Oleh karena itu bagi saya, sistem strong center tidak selalu menjawab semua permasalahan Indonesia. Tetap dibutuhkan badan baru untuk melindungi kesejahteraan hewan Indonesia dari segala siksaan atau penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Baru setelah badan terbentuk namun tidak menjalankan tugasnya dengan semestinya, maka sistem strong center sangat dibutuhkan. Sayang sekali hal ini tidak sempat saya katakan kepada beliau.

Namun di luar setuju atau ketidaksetujuan saya terhadap jawaban Gita, saya sangat senang diberi kesempatan menguasai waktu beliau selama 45 menit. Benar-benar 45 menit ekslusif untuk saya.  Untuk itu saya sangat berterima kasih kepada Pak Gita dan timnya. Semoga capres lain juga berani ditemui oleh saya atau blogger lain untuk ditanyai apa pun agar kami tahu keberanian dan kualitas para calon pemimpin kami.

Pulang dari menemui Pak Gita, saya menyeberangi Senayan di bawah terik matahari yang menyakitkan. Namun hati saya gembira. Saya hidup di negara yang hebat. Tak hanya dibebaskan memilih pemimpin tanpa rasa takut, tetapi juga dibebaskan mengorek kualitas calon pemimpinnya dengan berbagai cara. Bahkan dapat menemui langsung untuk menanyakan apapun. Sebuah kemewahan yang tak dapat dirasakan oleh orang tua saya 17 tahun yang lalu.

Partai dan Caleg Pilihanku di 9 April 2014

Hai teman-teman, maaf sudah menunggu rekomendasi partai dan caleg yang terbaik untuk dipilih. Aku membuat ini karena banyak yang nanya. Jika ada yang tidak setuju silahkan. Jika ada yang salah, tolong dikoreksi. Aku Dapil 5 Depok Sleman btw. Bagi yang nggak sama dapilnya, kita hanya sama dalam memilih partai, DPD, & DPR RI.

Untuk partai, aku pilih PDIP. Walau banyak koruptornya, tapi selama ini banyak berita kinerja PDIP khususnya pada toleransi. Partai lain selain terlalu condong pada 1 agama, juga tidak banyak partai yang kuketahui melakukan aksi tegas untuk memperjuangkan toleransi.

Untuk DPD, saya memilih H. Abdul Muhaimin no urut 3, bukan dari partai apapun. Beliau adalah kyai dari Kotagede yang memiliki pesantren. Beliau selama ini memperjuangkan kedamaian beragama, toleransi beragama. Kata ibu, dia suka hengot sama pemuka agama lain. Menunjukkan beliau orang yang liberal. Calon DPD akan bekerja di MPR.

Untuk caleg DPR RI, DPRD DIY, dan DPRD Kab. Sleman, ini yang tricky. Jika kedepannya kita ingin memilih Jokowi sebagai presiden, maka mau tak mau kita harus mendukung semua caleg dari PDIP. Alasanku memilih caleg-caleg berikut ini tidak sekuat seperti alasanku memilih Abdul Muhaimin (caleg DPD) tadi. Alasannya adalah bersih. Untuk DPR RI aku pilih My Esty Wijayati no urut 3. Untuk DPRD DIY aku pilih Bambang Praswanto HP no urut 1. Untuk DPRD Kab. Sleman aku pilih Sri Riyadiningsih no urut 3. Caleg lain bukan tidak bersih, hanya saja ketiga orang inilah yang menurut pengamatan yang terbersih. Silahkan dikoreksi jika mungkin rekomendasi ini salah.

Memilih caleg hanya dari PDIP ini agar PDIP tidak harus banyak koalisi dengan partai lain. Jika koalisi dengan partai lain, nantinya harus memberi kursi mentri pada partai-partai lain yang tidak terlalu bagus, misal yang terlalu condong pada satu agama seperti PKS. Jika tidak koalisi, nantinya Jokowi bisa pilih mentri yang bagus, mentri dengan kemampuan tepat, mentri yang tidak harus dari orang partai. Saya yakin jika Jokowi dan PDIP tidak koalisi dengan partai lain, mereka akan memilih mentri yang tepat. Tidak terpaksa harus milih mentri dari partai koalisi seperti yang telah dilakukan SBY sekarang.

Memang dilema jika caleg dari PDIP tidak begitu meyakinkan. Tapi gimana lagi, ini agar saat Jokowi memimpin nanti tidak keganggu partai-partai berlatar belakang pelanggar HAM, berlatar belakang fanatik agama, berlatar belakang Orde Baru.

Memilih itu tricky, sulit, penuh perjuangan. ): Tapi jika kita menuntut pemimpin berjuang untuk kita, kitalah yang terlebih dahulu berjuang memilih pemimpin yang tepat. Berjuang memilih yang terbaik walau mungkin semua pilihan buruk.

Selamat memilih teman-teman. Terima kasih sudah bertanya, peduli, meluangkan waktu, dan pikirannya untuk pemilihan hari ini. Mari kita berpesta demokrasi. Suatu kemewahan yang tak banyak orang di dunia ini dapat merasakannya.

Mengkritisi Gita Wirjawan

Calon pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki track record baik, yaitu tidak memiliki masa lalu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Hal paling utama untuk menjadi seorang pemimpin adalah ia harus mencintai makhluk hidup, apapun mereka. Sehingga bagi saya, masa lalu seorang calon pemimpin harus bersih dari segala pelanggaran HAM dan tidak tebang pilih karena perbedaan. Selain itu, seorang pemimpin harus sudah selesai dengan dirinya sendiri yang artinya tidak memiliki keinginan apapun untuk dirinya sendiri. Dia sudah puas dengan pasangan hidupnya, dia sudah merasa sangat kaya dengan hartanya, dia sudah merasakan berbagai keberhasilan sehingga tidak membutuhkan pengakuan, dan yang terpenting seluruh mimpinya sudah tercapai sehingga waktunya mewujudkan mimpi orang lain, kepentingan makhluk lain.

Baru-baru ini muncul capres baru yaitu Gita Wirjawan. Banyak yang tidak mengenalinya dan banyak yang sinis karena tiba-tiba ia sering muncul di iklan. Tugas kita mencari informasi lalu share untuk bekal mengkritisi dan memudahkan menentukan pilihan di 2014 nanti. Apakah Gita memiliki track record yang baik? Saya belum berani menjawab. Mari kita nilai bersama-sama.

Dalam kariernya di pemerintahan, sedikit pujian dan banyak kritikan untuk Gita. Pujian untuknya adalah saat ia menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan berhasil mencetak angka investasi asing tertinggi sepanjang sejarah pada tahun 2012 kuartal I. Ini menarik bagi saya karena investasi asing merupakan topik skripsi saya. Dalam skripsi saya menemukan bahwa pertumbuhan investasi, khususnya Foreign Direct Investment (FDI) dari tahun 2000:I hingga 2010:IV masih rendah. Jika pada tahun 2012 Gita mampu meningkatkan investasi asing, artinya ia mampu menciptakan kebijakan yang menyebabkan pihak asing mempercayakan dananya masuk di Indonesia. Investasi asing sangat dibutuhkan oleh negara berkembang seperti Indonesia. Sebab invetasi asing merupakan modal yang sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat berujung pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

Kritikan untuk Gita adalah saat menjabat Mentri Perdagangan. Keputusannya untuk mengimpor dipandang merugikan pedagang lokal. Beberapa merasa para pedagang lokal lagi-lagi dikalahkan oleh pedagang asing. Namun perlu diingat bahwa impor adalah solusi permasalahan pasar domestik.  Dimana permintaan barang lebih besar daripada penawaran, yang membutuhkan tempe lebih banyak dari yang memproduksi tempe. Pedagang lokal tidak mampu memenuhi permintaan pasar domestik, sehingga untuk memenuhinya maka pemerintah harus mengimpor berbagai barang sesuai permintaan tersebut. Ini bukan pemerintah tidak melindungi pedagang lokal, hanya saja pemerintah harus memenuhi permintaan pasar dalam negri. Tidak mampunya pedagang lokal memenuhi permintaan pasar domestik disebabkan oleh kegagalan produsen kita dalam memproduksi hasil bumi. Jadi jika kita ingin melindungi pedagang lokal, maka dimulai dengan melindungi produsen dalam negri.

Sementara kritik tajam untuk Gita juga datang dari berbagai kalangan pecinta lingkungan, termasuk dari sebuah grup band asal Bali yaitu Navicula. Mereka mengkritisi Gita pada saat di #IMAYouth. Mereka merasa Gita hanya mengagungkan tingginya tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) dan tidak menyentuh kondisi manusia dan alam yang terus dieksploitasi. Saya sendiri setuju jika angka PDB penting untuk mengukur kesejahteraan rakyat. Akan tetapi kesejahteraan tidak hanya dipandang dari bagaimana tingginya tingkat pendapatan rakyat namun juga bagaimana rakyat dan alam bebas dari eksploitasi. Seharusnya Gita tidak hanya memikirkan keadaan PDB Indonesia saja tetapi juga keadaan manusia dan lingkungannya. Jika Gita sudah merasa Indonesia berhasil meningkatkan pendapatanya, berarti PR pemerintah berikutnya adalah melawan eksploitasi. PR yang mudah jika bangsa ini dipimpin oleh pemimpin yang pemberani. Saya tidak tahu apakah Gita sosok yang pemberani. Namun jika Gita ingin memimpin bangsa ini, seharusnya ia mampu menunjukkan keberaniannya. Satu hal yang belum ia lakukan selama ini.

Lain halnya dengan kehidupan pribadi Gita yang tidak bisa banyak saya ketahui dan kritisi, selain ia memiliki 1 istri dan 3 anak. Kehidupan masa mudanya memiliki ayah yang bekerja menjadi dokter World Health Organization (WHO) di India dan Bangladesh dan kakek yang mendirikan sebuah sekolah besar di Yogyakarta. Selain itu, ternyata sahabat ibu saya adalah sepupu Gita. Ia mengatakan, Gita terbiasa hidup di luar negri karena ia mengikuti ayahnya yang sering bekerja untuk WHO tersebut. Setelah ayahnya selesai bekerja dan pulang ke Indonesia, Gita memilih untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat hingga S2 di Kennedy School of Government, Harvard University! Satu-satunya fakultas yang saya pikirkan saat ini untuk melanjutkan S2 saya. Setelah selesai studi, Gita menjadi pemimpin di berbagai perusahaan internasional ternama seperti JP Morgan. Kata sepupunya, dari kesuksesannya Gita menjadi seorang yang kaya raya.

Dua hal yang selalu dipandang sinis oleh rakyat: kedekatan dengan pihak asing dan kekayaan. Lama hidup di luar negri dipandang tidak mencintai Indonesia. Mungkin benar, mungkin tidak. Namun yang pasti ia memiliki pengalaman hidup di negara maju untuk dapat dicontoh dalam memajukan Indonesia. Begitu juga dengan seseorang yang kaya akan melupakan wong cilik. Mungkin benar, mungkin tidak. Namun seseorang yang sudah berkecukupan maka seharusnya sudah puas dengan kekayaannya. Seharusnya kemudian ia memikirkan kesejahteraan orang lain. Jadi kembali ke Gita, bagaimana ia memanfaatkan pengalaman dan kekayaannya?

Well, Gita belum menyentuh batas pelanggaran HAM yang sangat saya benci. Kehidupan pribadinya juga terasa baik-baik saja. Pengalaman hidupnya seharusnya dapat menjadi bekalnya untuk memajukan Indonesia. Usahanya dalam karier pemerintahan masih dirasa kurang. Dari segala keberhasilan kehidupan dan kariernya, seharusnya ia sudah merasa selesai dengan mimpi dan dirinya sendiri. Jika memang demikian, seharusnya berikutnya ia berjuang mewujudkan mimpi orang lain, mimpi bangsanya. Mimpi bangsanya adalah rasa aman dari ketidakadilan. Kami sudah sangat haus pemimpin yang berani melawan ketidakadilan. Jika dalam websitenya Gita merasa berani lebih baik, maka kami tuntut Gita tidak hanya berani lebih baik dari pemimpin sebelumnya tetapi juga berani menegakkan keadilan. Berani melindungi yang benar dan melawan yang salah. Apakah Gita berani? Kita tunggu segala tindakannya hingga pemilihan nanti. 

Menhut: Segera Bertindak Selamatkan Satwa Kebun Binatang Surabaya

Melani KBS
Melani KBS

Namanya Melani, seekor Harimau Sumatera di Kebun Binatang Surabaya (KBS). 

Ia kurus, hanya seperti tulang berbalut kulit. Pada usianya, seharusnya berat normal Melani adalah 100kg, namun beratnya hanya mencapai 60kg. Satu-satunya yang masih mengesankan adalah sorot matanya yang tajam namun butuh pertolongan. Ia tak berdaya dan memilih selalu berbaring di lantai dan rumput. Hampir semua makanan yang ia telan tak dicerna. Selain memuntahkan makanannya, ia juga menderita diare. Bulan lalu, harimau bernama Razak juga mati karena penyakit paru-paru yang disebabkan kandang kecil dan kotor. Sekarang Melani dikhawatirkan usianya tak lagi panjang dan bahkan akan menghadapi euthanasia. Padahal spesies Harimau Sumatera seperti Melani sudah kurang dari 600 ekor di hutan-hutan Sumatera.

Maret 2012 lalu, satu-satunya jerapah koleksi KBS mati di kandangnya karena perutnya penuh dengan plastik. Selain jerapah, nasib buruk juga dialami satwa lain yang hidup bersama puluhan hewan lain di kandang sempit dan kurang pencahayaan, yang hidup di tengah sampah berserakan, dan bahkan tak bisa berteduh karena kandangnya dijadikan kamar sewaan untuk manusia dan pepohonan dijadikan sarana ritual dukun.

Pada pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Hewan yang telah direvisi, kesejahteraan dan keselamatan satwa harus diperhatikan oleh pemilik satwa dan yang diwajibkan mengurusinya. Pasal tersebut dengan jelas mewajibkan pemilik atau pengurus satwa agar memberi makan dan minum yang layak kepada satwa peliharaannya, tidak dengan sengaja menelantarkan satwa peliharaannya, dan tidak dengan sengaja membuat satwa sakit atau terluka ringan hingga menyebabkan kematian. Dalam kasus KBS, jika pengelola KBS melanggar pasal tersebut, maka dapat dituntut dan diancam hukuman penjara 2 - 7 tahun dan denda 5 - 10 juta Rupiah.

Tim Pengelola Sementara untuk perbaikan KBS memang sudah dibentuk. Namun muncul foto dan video yang menunjukkan Melani dengan kondisi memprihatinkan. Apa lagi yang menjadi masalah dalam pengelolaan KBS? Kenapa masih ada satwa KBS yang sengsara? Kabar mengatakan kesengsaraan satwa KBS adalah akibat dari konflik manajemen di KBS. Namun konflik apapun yang terjadi di KBS, kesejahteraan hidup satwa harus tetap menjadi concern utama pengelolanya. Untuk itu kami memohon kepada Bapak Menhut Zulkifli Hasan dan pihak terkait untuk segera menyelamatkan satwa di KBS dan selanjutnya diperlihara sesuai Pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Binatang.

Mari isi petisi ini untuk mendukung Bapak Menhut dan pihak terkait agar segera bertindak menyelamatkan satwa KBS. Mari bersama-sama melindungi para satwa. Bukan hanya karena mereka akan punah, tetapi karena mereka juga makhluk hidup seperti kita yang bisa merasakan sakit dan sengsara. Let's speak up for those who cannot speak.

Petisi: Menhut @Zul_Hasan: Segera Bertindak Selamatkan Satwa Kebun Binatang Surabaya

Terkait:

Petisi Komnas Hewan

Jerapah Mati, Kebun Binatang Surabaya Salah Urus

Jerapah Kebun Binatang Surabaya Akhirnya Mati

Satu Harimau Kebun Binatang Surabaya Mati

Harimau Kebun Binatang Surabaya Diare

Harimau Kurus Kering di Kebun Binatang Surabaya Disorot Australia

Harimau di Kebun Binatang Surabaya Hadapi Euthanasia

Data Terkini Jumlah Harimau Sumatera

Revisi Pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Hewan

Video of Melani oleh Jonathan Latumahina (@tidvrberjalan)